Jika Anda pergi ke festival jejepangan atau industri kreatif Indonesia, ada pemandangan yang hampir pasti ditemui, yakni stan yang menjual berbagai pernak-pernik anime, seperti poster, stiker, atau gantungan kunci. Ketiga barang ini terus merajai berbagai festival jejepangan, bahkan di acara yang mengedepankan komik atau novel sebagai komoditas jual. Lain nasib dengan buku komik dan novel, walau sekarang mulai berkembang, masih kalah jumlah dengan ketiga barang ini.

Mungkin Anda bertanya-tanya, kenapa hal ini bisa terjadi? Anda datang di waktu yang tepat, karena penulis akan menjawab rasa penasaran Anda. Dirangkum dari berbagai sumber, mulai dari pengunjung, percetakan, hingga penjual, inilah sejumlah alasan kenapa merchandise masih lebih diminati dibanding buku komik atau novel.

Lebih Cepat Untung

Sebagian besar penjual di acara jejepangan adalah anak SMA atau mahasiswa, di mana mereka memiliki motivasi tinggi untuk mencukupi kehidupan mereka, menambah uang jajan, atau sekadar ingin merasakan uang hasil jerih payah sendiri. Jika uang adalah motivasi utama, tentu penjual ingin mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dengan modal sedikit-dikitnya. Mau tidak mau, kita harus kembali membahas seputar ekonomi di sini.

Dalam ekonomi, kita mengenal istilah profit margin, yaitu keuntungan (profit) yang dihasilkan dibagi dengan omset (revenue) yang didapatkan. Dalam hal ini, buku komik hanya menghasilkan untung sebesar 20-50%, mengingat biaya produksinya yang mahal dan harga jual yang harus dipertimbangkan sedemikian rupa agar dapat menarik penggemar. Laba yang lebih meyakinkan dapat diraih dengan menjual gantungan kunci (70%), poster (80%), atau bahkan stiker (90%). Mengingat biaya produksinya yang murah, penjual dapat mendongkrak harga jual dengan tenang. Terjual sedikit saja sudah balik modal.

Lebih Sedikit Kerja

Harus diakui, membuat komik bukanlah hal mudah. Perlu konsep yang matang akan ide dan alur cerita, pemilihan gaya gambar, desain, dan perwatakan karakter, beserta segala hal yang membuat proses pembuatan komik memakan waktu yang lama. Jika Anda membuat komik tersebut dengan karakter Anda sendiri, bukan dari anime yang sudah ada, Anda perlu memutar otak kembali untuk menentukan target pasar dan cara marketing yang tepat untuk karya Anda.

Curhatan seorang artist mengejar deadline acara (Sumber: Momo Yanuarta)

Alhasil, membuat merchandise seperti poster, stiker, atau gantungan kunci menjadi pilihan. Cukup riset tentang anime yang tengah diminati pasar, gambar, cetak, selesai. Mepet deadline? Tak perlu risau, karena Anda dapat membuatnya dalam kurun waktu yang singkat.

Beginilah Pasar Wibu Nusantara

Bicara soal jual beli komoditas jejepangan, mau tidak mau kita harus melihat pasar utama kita, tentu saja para wibu, yang ternyata memiliki keunikan tersendiri dibanding penggemar anime di negara lain. Selain menjadi satu-satunya negara yang menyebut dirinya sebagai “wibu” alih-alih “otaku”, para wibu Indonesia menganggap hobi akan hal jejepangan sebagai suatu kebanggaan, yang patut dipamerkan tidak hanya di dunia maya, melainkan juga dunia nyata.

Merchandise bisa dipamerkan, atau setidaknya jadi barang koleksi (Sumber: Ade Naufal Ammar)

Hal ini terpampang jelas dalam kehidupan sehari-hari mereka. Pin anime di tas, gantungan kunci anime di kotak pensil, kaus anime, hingga poster anime di dinding kamar. Melihat permintaan pasar akan merchandise ini yang begitu tinggi, para illustrator ramai-ramai membuatnya dengan harapan mendapatkan untung dari hasil penjualannya.

Nasib yang sama tidak dialami oleh komik dan novel. Taraf kebangaan pembeli tak setinggi stiker atau gantungan kunci. Apresiasi wibu terhadap buku komik cetak juga masih tergolong rendah, bahkan beberapa di antara mereka malas membeli buku fisik dan lebih mengharap akan versi digitalnya yang bisa dibaca gratis. Doujin masih dipukul rata dengan komik hentai. Jika ada komik atau novel yang bisa laris, biasanya karena komiknya atau komikusnya terkenal.

Tidak Selamanya Indah

Waktu pembuatan singkat, untung lebih banyak, dan minat pasar yang tinggi. Kalimat yang tentunya menggiurkan untuk para illustrator yang hendak mencari uang dengan membuat merchandise.

Sayangnya, banyak illustrator juga berpikir hal yang sama, tidak mau mengambil risiko. Alhasil, pasar dipenuhi oleh barang-barang yang sejatinya adalah sama. Ketika yang satu menjual gantungan kunci Love Live, penjual lainnya juga menjual hal yang sama, hanya gambarnya saja yang berbeda. Hukum alam pun berlaku: siapa yang gambarnya paling bagus, dialah yang paling laku. Keuntungan yang dihasilkan hanya sesaat dan semakin sulit seiring makin banyaknya pendatang baru yang menjual karya yang kurang lebih sama. Jika merchandise anime musiman tidak laku, jangan harap banyak barang itu terjual di acara selanjutnya.

Di sinilah komik dan novel menunjukkan keunggulannya, yakni sebagai investasi karya. Perumusan ide dan alur cerita, pemilihan gaya gambar, desain dan perwatakan karakter, dll. tetap harus dilalui. Proses ini memang membutuhkan waktu, tenaga, dan uang yang tidak sedikit. Selama Anda konsisten berkarya, menggunakan strategi pemasaran yang tepat, serta mampu menjaring penggemar, karya Anda akan terus-menerus menghasilkan laba, tak peduli musim. Kabar gembiranya, banyak artist sudah menyadari hal ini, sehingga jumlah buku komik dan novel yang dijual di acara industri kreatif menjadi semakin banyak.

Pilih yang Mana?

Setelah semua diskusi sehat ini, mungkin Anda berpikir, lebih baik jualan merchandise (gantungan kunci, poster, pin, stiker) atau buku (komik, novel)? Tergantung. Jika Anda mengharapkan keuntungan dan tidak punya waktu banyak, membuat merchandise bisa menjadi pilihan cepat. Lain halnya jika Anda suka membuat cerita, atau ingin mengembangkan karakter sendiri, membuat komik atau novel fisik sangatlah ampuh untuk mendekatkan diri kepada pembaca. Apapun jalan yang Anda pilih, tetaplah berjualan secara sehat. Selamat berkarya!

Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis, tidak mencerminkan pandangan umum Risa Media. Penulisan oleh Excel Coananda.