Seriusan ini masih lanjut?!

Kasus perekaman film anime di bioskop berbuntut panjang. Setelah mengumumkan penundaan penayangan Fate/Kaleid, ODEX selaku distributor film anime di Asia Tenggara kembali mengumandangkan kabar yang mengecewakan. Selain Fate/Kaleid, ada delapan film anime yang juga ditunda penayangannya “sampai batas waktu yang tidak ditentukan”.

Pasca rilisnya pernyataan ini, pendapat warganet kembali terbelah. Ada yang berang, kembali mencaci pelaku sejadi-jadinya, tetapi ada pula yang mempertanyakan keputusan ODEX ini. Mengapa mereka menganggap langkah ini adalah hal yang salah? Apa yang membuat ODEX harus menjalankan keputusan yang maha berat ini?

Mendengar Reaksi Warganet

“Kalau ditunda terus rilisnya, mending kita nonton bajakan aja deh!”

Meskipun pembajakan tetaplah hal yang salah, argumen kekesalan warganet di atas masih masuk akal. Mereka adalah bagian dari para penggemar anime yang sudah lelah menunggu akan kepastian rilis film yang mereka ingin nonton, dan salah satu pelipur lara mereka adalah situs fansub, baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris, yang akan segera merilis filmnya yang dapat diunduh secara cuma-cuma.

Menunda, atau bahkan membatalkan penayangan film anime hanya akan memperpanjang masalah itu sendiri. Mereka yang hendak menonton film anime tidak punya pilihan lain selain menontonnya secara ilegal. Pada akhirnya, usaha pemberantasan pembajakan yang terus dicanangkan justru harus berakhir pahit.

 

Apa Kata ODEX?

Menyusul pemberitaan panas ini, ODEX kembali buka suara. Sesuai kabar terbaru, mereka telah menerima permintaan maaf dari pelaku, yang diketahui memiliki sebuah basis penggemar anime di Instagram. Pihak produsen, distributor, dan bioskop mengapresiasi permintaan maaf tersebut, akan tetapi proses penindakan akan terus berlanjut.

Kabar terbaru dari pihak ODEX

Salah satu warganet kembali mempertanyakan keputusan ODEX akan penundaan ini. Dalam argumennya, dia membandingkan negara tetangga, Malaysia dan Singapura, kendati telah terlibat kasus yang sama sebanyak dua kali, tidak terpengaruh dengan penundaan film anime Fate/Kaleid. Belakangan, diketahui bahwa alasan utama penundaan ini bukanlah keputusan ODEX, melainkan dari produsen anime itu sendiri.

Kerjasama antara ODEX dan perusahaan anime adalah soal kepercayaan. ODEX dipercaya untuk menyebarkan film anime buatan produsen ke Asia Tenggara. Sayangnya, kasus demi kasus pembajakan menodai kepercayaan ini. Terlepas dari secara kasus yang ada, ODEX tetap berusaha membangun citra baiknya, dengan cara memproses pelaku pembajakan agar hal tersebut tidak terulang kembali. Produsen anime pun memberi waktu bagi pihak distributor dan bioskop untuk menyelesaikan masalah ini, menunda film anime yang hendak dirilis sampai kasusnya rampung.

Bicara soal Malaysia dan Singapura, mereka telah merasakan hukuman tersebut sebelum kita, berupa pembatalan rilis sejumlah film anime. Setelah kasus pembajakan selesai, kedua negara tersebut kembali diperbolehkan untuk menayangkan film anime sesuai jadwal.

Dari Perspektif Penulis

Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Penulis kembali menggunakan peribahasa untuk menyikapi kasus ini, karena sesungguhnya langkah ODEX dan CGV tidak hanya sebatas memberikan ancaman untuk pelaku perekaman, melainkan juga untuk menggalang kekuatan massa.

Pada hakikatnya, orang Indonesia sangat mudah dikendalikan oleh rasa takut.

Untuk membangun rasa takut, diciptakanlah musuh bersama agar mereka bersatu oleh rasa takut yang sama. Pengendalian rasa takut ini telah sukses dimanfaatkan dengan baik dalam kasus pembajakan film ini. Kasus pembajakan film adalah hal yang sudah lumrah terjadi, dan seharusnya ODEX dan CGV bisa bersikap santai, seperti halnya kasus pembajakan film Warkop DKI setahun lalu. Cari orangnya, laporkan, proses hukum, selesai.

Namun, entah disengaja atau tidak, ODEX dan CGV tidak menggunakan cara singkat ini. Cara itu hanya akan menciptakan kegaduhan untuk sementara waktu, dan kemudian dilupakan. Dengan isu ketakutan berupa penundaan beberapa film anime, penggemar anime pun tersulut emosinya. Bukan kepada CGV, bukan kepada ODEX, tetapi langsung ke pelaku pembajakan. Massa menggali informasi pelaku, memaki pelaku dengan kata-kata kasar, mencari tempat tinggal dan sekolahnya, dan melimpahkan masalah ini sepenuhnya kepada pelaku. Menurut massa, pelaku sudah sepantasnya mendapat perlakuan ini, karena dialah penyebab dari penundaan film anime yang mereka lama tunggu.

Sayangnya, perilaku persekusi oleh mereka yang mengaku sebagai “penggemar anime sejati” sudah terlewat batas. Seolah sanksi hukum belum cukup, bertubi-tubi sanksi sosial yang dialamatkan kepada pelaku membuatnya semakin terpuruk. Nama baik pelaku dan komunitasnya terjatuh sejatuh-jatuhnya.

Persekusi yang salah alamat.

Tidak hanya pelaku, pihak yang tidak ada sangkut pautnya pun turut terkena imbasnya. Izza Alfaiza, pemilik alamat situs forumanime.id, turut terkena getahnya. Izza dituduh sebagai pelaku pembajakan hanya karena alamat situsnya sama dengan akun Instagram pelaku. Merasa difitnah, Izza terpaksa membuat klarifikasi di situsnya. Semua ini adalah buah dari ketakutan yang berlebihan, membuat “pembela anime” ini gelap mata dan menyerang siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka, walau buktinya tidak memadai.

Seandaikan orang tua pelaku dan tertuduh yang tidak terima atas segala persekusi ini, mereka bisa saja melapor balik para provokator dengan tuduhan cyber bullying dan pencemaran nama baik. Lengkaplah sudah stigma pecinta jejepangan di Indonesia. Sudah anti sosial, pedofil, kampungan, suka menuduh, tukang bully pula.

Tentunya kita semua tidak ingin hal berakhir seperti ini. Tahan dulu segala amarah, tahan segala caci maki kepada pelaku, dan berharaplah yang terbaik agar kasus ini bisa segera terselesaikan dan film anime bisa kembali bersinar di layar lebar tanah air. Negara tetangga saja bisa, masa Indonesia tidak?

Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis, tidak mencerminkan pandangan umum Risa Media. Penulisan oleh Excel Coananda.