Alkisah, ada sembilan dewi dari Otonokizaka yang bersatu untuk menyelamatkan sekolah mereka dari rencana pembubaran nan tragis.

Kisah seperti demikian itu membuat decak kagum berbagai penikmat anime (animasi asal Jepang) dan tengoklah hasilnya sekarang: berbagai barang atas nama franchise Love Live! laris manis di tengah masyarakat penggemar anime. Strategi bisnis yang ditampilkan oleh Love Live! ini memang patut diacungi jempol karena dapat membuat para penggemarnya rela menghabiskan uang demi dapat memuaskan nurani mereka untuk mengumpulkan barang-barang yang berkaitan dengan franchise tersebut.

Ya, uang. Uang merupakan sesuatu yang tidak bisa dideskripsikan seberapa berharga nilainya pada zaman globalisasi sekarang ini. Setiap hari, ada saja urusan yang mengharuskan kita untuk rela mengeluarkan isi dompet, entah itu untuk keperluan primer yang benar-benar merupakan suatu kewajiban bagi kita harus menggunakannya atau keperluan lainnya, semacam barang-barang khilafan anime yang sangat-sangat menggoda kita untuk rela melepas kepergian berbagai warna kertas bertuliskan angka dari dompet kita masing-masing. Oleh karena itu, marilah kita beri kesimpulan awal bahwa dalam hal ini kaitan bisnis franchise sangat tergantung pada keuangan dan perilaku konsumen atau dalam hal ini merupakan mereka, kaum Loveliver (sebutan untuk penggemar franchise Love Live!) yang sejatinya sangat ambisius untuk mendapatkan barang kegemaran mereka yang berhubungan dengan franchise ini -entah itu karakter animenya, poster seiyuu (pengisi suara), atau CD album, yang bakal melengkapi keseharian mereka.

Kini kembali ke judul awal. Kita menyinggung mengenai maha skandal proyek e-KTP. Tentunya sangat absurd kalau kita coba untuk membandingkan apa persamaan dari kedua hal yang memiliki substansi berbeda ini. Sebagaimana yang kita tahu, publik telah dihebohkan oleh santernya kabar bahwa beredarnya nama-nama yang diduga sebagai “pemakai” dana sebesar 2,5 triliun rupiah dari yang seharusnya diberikan untuk kepentingan rakyat ini.

Nama-nama yang dirilis itu mengundang berbagai kejutan publik. Beredar pula: satu gubernur aktif, satu ketua badan legislatif aktif, dan satu menteri pendahulu. Semakin seru.

Sekarang, marilah kita menemukan kesamaan di antara kedua hal yang sebenarnya hanya berupa cocoklogi semata namun tetap menarik karena siapa tahu memang benar adanya analisa semi-ngawur tersebut.

Sama-sama berhubungan dengan uang

Tanpa bantahan lagi, seperti yang telah ditampilkan dalam alinea kedua sudah disinggung bahwa uang adalah sesuatu yang penting bagi kemakmuran manusia. Ia bisa jadi senjata pamungkas untuk melumpuhkan nurani dan kebenaran yang ditempuh oleh seseorang. Berbagai cara yang menyimpang pun rela dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh hasrat keuangan yang dia inginkan. Meskipun begitu, uang dalam hal pertama (Love Live!) tidaklah sama dengan uang yang dimaksud dalam skandal proyek e-KTP. Keduanya memiliki faedah dan sudut pandang yang berbeda.

Sembilan dewi, sembilan fraksi

Poin ini memang belum dibahas sebelumnya pada permulaan tulisan ini. Sebagaimana yang kita ketahui, school idol group (grup idola sekolahan) yang menjadi punggawa utama dalam franchise Love Live! memiliki sembilan anggota pada akhirnya, baik pada “generasi” pertama (μ’s, bacalah ini sebagai “Myus”) dan “generasi” kedua (Aqours, bacalah ini sebagai “Akuwa”) yang sudah pasti masing-masing dari mereka memiliki sembilan seiyuu tentunya. Sembilan dewi yang bakal membahagiakan para penggemar dengan setiap skenario yang ditampilkan dalam setiap implementasi franchise-nya.

Kita kunci angka sembilan. Sekarang, kita masuk pada kasus e-KTP yang telah bergulir semenjak enam tahun silam. Saat itu, hanya ada sembilan fraksi partai yang bertugas mendapatkan amanat dari rakyat untuk duduk di singgasana agung Senayan. Dan, dari list (daftar penerima) yang beredar itu, bisa dipastikan dugaan keterlibatan seluruh fraksi dengan adanya satu fraksi yang menumbalkan satu anggotanya untuk dana waw tersebut.

Berasal dari masa pra-2012 dan masih berlangsung hingga saat ini

Baik Love Live! maupun skandal proyek e-KTP merupakan hal yang telah dicetuskan sebelum tahun 2012 (Love Live! pada 2010; proyek e-KTP pada 2011) dan hingga saat ini tetap terus ada keberadaannya. Meskipun saat ini franchise didominasi oleh penguatan nilai-nilai terhadap Aqours yang merupakan subjek utama dalam sekuel spin-off Love Live! terdahulu, tetapi sampai saat ini kita belum menemukan kepunahan dari μ’s. Malahan, penggemar setia mereka terus tak pernah berhenti dalam satu komando mengumandangkan lagu-lagu yang dibawakan oleh Honoka Kousaka dkk.

Begitu pun dengan proyek e-KTP yang saat tulisan ini terbit (Maret 2017) tengah memasuki masa-masa persidangan melalui berbagai saksi, tersangka (sejauh ini dengan nilai sebegitu besarnya hanya tersebut 2 tersangka), dan sumpah serapah untuk segala pembuktian dan diharapkan dapat membuka tabir misteri dan permohonan rakyat hanyalah satu: kalau memang dia bersalah, maka hakimilah dia sepantas apa yang telah ia perbuat untuk kerugian suatu negaranya.

Foto e-KTP yang sedang diterpa seribu prahara (Detik)

 

Tentunya, cocoklogi atau nyocok-nyocokin bisa jadi hanya teori kebetulan semata. Namun, di sisi lainnya, kesamaan tersebut siapa tahu dapat dijadikan titik acuan dan mungkin saja memang benar adanya hal tersebut saling berkaitan ….
Ya, mungkin siapa tahu .. anggaran dana e-KTP tersebut malah digunakan untuk membeli nendoroid karakter Love Live! …. Who knows?