Hipotesis dari artikel ini adalah usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana hubungan idol dan penggemar seharusnya kita sikapi. Meliputi Critical Theory, Moona, dan Larissa Rochefort.
Sebuah Fotokopi dari yang Lain
Pernahkan anda merasa apa yang anda suka dari seorang VTuber, cosplayer, atau kreator kesukaan anda jangan-jangan bukan orang itu sendiri, tapi imajinasi tentang orang tersebut yang kita ciptakan di kepala kita — sebuah fotokopi?
Bagi saya pribadi, jelas hal tersebut bukan 'jangan-jangan'. Kebanyakan di antara kita juga telah sadar akan hal ini, perihal karakter orang 'yang sebenarnya' dan kopian yang disebarkan oleh orang lain dari orang tersebut. Menyedihkan, namun toh banyak dari kita melakukannya.
Ketika kita berteman bukan dengan seseorang tetapi terhadap apa yang kita persepsikan atas orang tersebut, maka apa yang semua orang katakan untuk lakukan adalah dengan mengetahui siapa ia sebenarnya. Misal, kalau kita dengan buruk mengira teman kita baik hati dan dermawan, perlu ditelusuri apakah benar dia demikian. Begitu pula sebaliknya, jika kita mengira teman kita biadab dan tidak bermoral, perlu dicari tahu bagaimana ia, sebagai manusia, sebenarnya.
Di ranah pertemanan dan per-sirkel-an antara otaku Indonesia yang seringkali brengsek ini, hal tersebut seringkali mudah: dengar saja cerita orang lain atau dari orang yang 'tahu orangnya kayak gimana', lalu modifikasi karakterisasi kita sesuai dengan info baru yang kita dapatkan. Kadang-kadang dengan melihat feed Facebook kita, dengan mudah kita ketahui informasi tentang orang yang tidak kita kenal. Tapi toh, informasi-informasi intim tentangnya telah masuk ke dalam kepala kita.
Tetapi, di luar pertemanan hal ini sulit atau tidak bisa diterapkan. Kita tidak bisa mengetahui kehidupan privat orang lain, tidak bisa juga terlalu jauh 'ingin tahu' — paling parah akan jadi stalker, suatu kriminalitas yang seharusnya sudah ilegal di Indonesia, meskipun sayangnya belum. Kita tidak bisa juga menuntut orang untuk 'membuka diri', karena siapa kita?
Kalau misal ternyata versi yang kita bentuk dari orang lain ternyata adalah hasil dari versi yang ditampilkan orang tersebut ke publik, maka kita tidak perlu repot-repot 'memahami siapa dia sebenarnya'. Anda hanya perlu memahami bahwa hubungan antara anda dan dia tidak sedekat itu, dan mulai mengambil jarak.
Ini soal pertemanan. Lantas bagaimana soal idol?
Parasocial Relationship, Hubungan Semu nan Palsu
Di tengah segala hal buruk yang mengelilingi pandemi ini, saya selalu senang melihat cosplayer-cosplayer masih berkarya dan menunjukkan karya mereka, seperti Larissa Rochefort. Utamanya karena semangat hidup dan keceriaan mereka — setidaknya yang ditampilkan — membuat setidaknya kita dapat terdistraksi dari, ya, segala hal yang buruk yang mengelilingi pandemi ini.
Tetapi dalam tahun-tahun saya mengidolakan cosplayer (dan masih), ada komentar-komentar janggal, mereka yang nyaman sekali membuka diri kepada idolanya. Menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengikuti kehidupan sehari-hari sang idol, membelikan hadiah ulang tahun yang mahal bagi sang idol, mengetahui trivia sekecil apapun tentang sang idol, dengan cara mencari dalam ke sudut internet atau — lebih buruk lagi — lewat jalan-jalan gelap.
Mungkin deskripsi ini terdengar seperti seorang fans creepy yang harus dihindari, dan memang benar. Tetapi jika kalimatnya diubah menjadi 'mengikuti serial vlog, mengucapkan selamat ulang tahun, tahu trivia-trivia umum tentang sang idol' maka hal ini terlihat seperti apa yang akan dilakukan fans biasa, juga saya.
Tom Scott tidak menganggap norma tersebut sebagai suatu hal yang biasa. Dalam presentasinya di Royal Institute of London, ia mengatakan bahwa tidak seperti orang pada umumnya, ia membedakan 'menyukai karya seseorang' dan 'menyukai orangnya'. Ia senang mengikuti seorang ahli sulap, tapi ia tak peduli akan kehidupan sehari-harinya. Baginya, menyamakan keduanya begitu aneh, dan sialnya itulah resep populer hari ini.
Panduan Patreon, paparnya, mengatakan bahwa salah satu cara untuk menarik patron adalah dengan mengajakanya mengikuti kegiatan sehari-hari sang kreator, 'mengubahnya dari fans menjadi patron'. Para fans mengirimkan pesan langsung di twitter idolanya, atau bisa berada dalam 'ruang chat khusus' dengan membayar sejumlah uang. Para kreator menceritakan pengalaman pribadi untuk dapat lebih 'dekat' dengan penggemarnya, lebih didengar, mendapatkan lebih banyak adsense.
Ia menyebutnya 'menjual pertemanan'.
Oke, mungkin terdengar terlalu dramatis. Toh, hubungan yang inklusif antara idola dan penggemar selalu menyenangkan. Dalam esai video lain, Oliver Thorn menjelaskan konsep untuk membantu kita memahami fenomena ini, yaitu parasocial relationship: di mana hubungan antara penggemar dan idola bersifat satu arah: penggemar memberikan dan berharap banyak hal secara emosional terhadap idola, sedangkan idola bahkan tidak tahu keberadaan penggemar tersebut.
Dalam video tersebut Oliver mengatakan bahwa ia menyukai interaksi parasocial yang tidak kelewat batas, seperti halnya kita semua. Tetapi, ia lantas menceritakan kejadian-kejadian yang lawak dan mengerikan sekaligus: ia — youtuber, kulit putih, laki-laki, tinggi dan besar — seringkali di'dekati' oleh penggemarnya secara personal, untuk mengutip dirinya sendiri.
Ia tidak sedang menyebutkan orang-orang yang berkomentar 'daddy' di videonya. Ia secara eksplisit berkata bahwa "Saya menseksualisasikan diri saya sendiri dan saya senang di'ingin'kan (desired) oleh publik". Lanjutnya, "Tetapi, beberapa orang melakukan lebih dari itu, mengirimkan foto atau cerita yang terlalu detil tentang dirinya sendiri, mendorong saya untuk berhubungan dengannya, ketika saya bahkan tidak tahu siapa dia".
Maka jelas permasalahan di sini tidak terdapat dalam hubungan parasocial antara penggemar atau idola, tapi hubungan yang berlebihan. Apa yang membedakan 'menonton vlog' dengan 'menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengetahui kehidupan sehari-hari idol via stalking'. Singkatnya, mengikuti bagian sebelumnya, adalah bermasalah ketika seseorang tahu bahwa versi orang lain — dalam hal ini idol — yang ia lihat adalah suatu konstruksi, "scripted and edited" dalam kata-kata Oliver Thorn, maka lantas ia tidak menjaga jarak dalam hubungan parasocial itu, melainkan malah berusaha lebih lanjut untuk mendekati sang idol.
Moona, Hololive, dan Industri Hiburan
Penggemar Moona agaknya kelewatan. Mereka secara spesifik mengirimkan hasil suntingan tidak senonoh langsung ke orangnya atau dengan 'mengundang' sang VTuber untuk melihat hasil dari Rule 34 atas dirinya sendiri. Moona berkali-kali meminta fansnya untuk tidak melakukan ini, sampai di titik perusahaan induknya, Hololive, turun tangan.
Sebuah perdebatan (setidaknya antara saya dan beberapa kolega) muncul antara apakah tindakan Moona tepat adalah bahan tulisan di lain waktu. Apa yang menjadi aneh kemudian adalah bahwa Moona adalah contoh idol tradisional: dengan agensi dan perusahaan. Maka para fans yang merasa diri terlalu dekat dengan Moona lebih jauh keliru daripada para fans yang merasa diri terlalu dekat dengan Larissa Rochefort, misal.
Sebab dalam penelitian aslinya, parasocial relationship memang didasarkan untuk penggemar karakter serial televisi. Karakter yang, seperti Moona, pertama-tama dibentuk untuk menghasilkan profit, baru caranya adalah dengan menghibur Anda. Hololive, seperti perusahaan lain, bekerja dalam kerangka kapitalistik, dan model bisnisnya adalah tidak dengan membuat ikatan pertemanan menyenangkan antara VTuber miliknya dengan para penggemarnya — atau setidaknya bukan itu tujuan utamanya.
Lebih mendasar dari saran praktis bagi Moona untuk menghindari perilaku penggemar seperti ini adalah, alasan mengapa para penggemar bertindak demikian. Jika menggunakan kerangka ini, maka mereka yang mengirimkan pesan pribadi ke Moona berisi R34 dari dirinya sendiri adalah mereka yang terlalu dekat dengan idolanya. Mereka gagal mengambil jarak antara dirinya, penggemar, dan Moona, idolanya. Kegagalan ini lebih besar lagi, sebab hubungan itu benar-benar satu arah: penggemar menghabiskan waktu dan tenaganya untuk Moona sedangkan sang idol tak tahu menahu tentang effort yang dikeluarkan itu.
Dalam videonya, Oliver melanjutkan bahwa karena para fans sudah menganggap hubungan parasocial sebagai pertemanan, maka apa yang dianggap berlawanan dengan pertemanan tersebut dianggap sebagai pengkhianatan. Moona telah di-framing oleh penggemarnya sendiri untuk terima-terima saja dengan segala pembicaraan dan lawakan vulgar serta norma R34 yang beredar, sebab ia begitu familiar dan begitu ramah dengan penggemarnya! Ketika batas-batas hubungan parasocial ini dilanggar, beberapa penggemarnya mencibir. "Kamu macam anak kecil yang tak tahu internet", kata seseorang. Implikasinya dari ucapan ini adalah orang tersebut memahami '(norma) internet' sebagai norma yang membiasakan batas-batas parasocial untuk dilanggar.
Hololive adalah bagian dari industri hiburan, atau dalam kata-kata Adorno 'industri kultur'. Produk kultural yang diproduksi secara massal dan distandardisasi, disamakan, dikomersialisasikan agar mengikuti dan membentuk selera pasar. Jika kita mengikuti kerangka milik Adorno, maka VTuber hanyalah suatu produk kultural lain yang dibentuk memang untuk memenuhi apa yang diinginkan pasar.
Maka celakalah mereka yang terjebak terlalu jauh dalam hubungan dengan para idolanya, apalagi ketika idola tersebut adalah produk industri.
Idola yang Jauh Sekali
Kita kembali ke paragraf awal: bagaimana kita pada akhirnya membentuk persepsi atas orang lain, dan menyukai perspesi tersebut. Pertanyaan selanjutnya adalah, ketika kita mengetahui bahwa persepsi tersebut sering luput, dan bagaimana beberapa orang gagal menanganinya, bagaimana sebaiknya kita menyikapi hubungan idola dengan penggemarnya?
Begitu mudah — dan dangkal — untuk mencapai kesimpulan bahwa para stalker dan fans tak tahu diri hanyalah sekumpulan orang delusional yang perlu ditertawakan. Namun, kesimpulan ini tidak bertahan ketika kita mengetahui bahwa perilaku mereka memiliki dasar yang sama dengan apa yang kita semua lakukan: berada dalam kerangka hubungan inklusif yang sehat dengan idola kita.
Kesimpulan yang lain, bahwa idola seharusnya menerima saja bukti tanda kasih dari penggemarnya, bahwa semua itu hanyalah cara mengekspresikan diri penggemar, sama dangkalnya dan lebih berbahaya: banyak orang yang terlalu dalam menyelami hubungannya, terjebak dalam ketertarikan yang tidak sehat dari kerangka inklusif yang sehat.
Sebab tak semua idola setara. Ada mereka yang sebenarnya hanya ingin bersenang-senang, berinteraksi dengan sesama penggemar. Cosplayer dan kreator lokal adalah contoh dalam kelompok ini, seperti misal author dari Risa Comics. Ada mereka yang berasal dari sana, tetapi tumbuh berkembang lantas di-endorse oleh industri tertentu, dengan lingkungannya yang lebih eksklusif. Ada juga yang lahir dimaksudkan untuk meraup profit, tetapi tetap menyukai interaksi antara dirinya dan penggemar. Ada lagi yang jelas-jelas hasil dari konstruksi korporat dan berusaha meng-uang-kan hubungan antara penggemar dan idola, kadang-kadang memaksa idola tersebut untuk 'memancing' penggemarnya agar melangkah lebih jauh dalam hubungan parasocial, membahayakan idola itu sendiri.
Tiga kategori terakhir ada baiknya secara etis tidak saya contohkan. Tetapi hubungan dengan idola tipe apapun, perlu untuk mengingat bahwa balance yang sehat antara interaksi dengan jarak dengan idola anda masing-masing sungguh diperlukan. Barulah ketika kita mengetahui parasocial relationship ini lantas topik-topik permasalahan selanjutnya bermunculan: apa hubungan industri dengan idol? Bagaimana kita seharusnya menyikapi industri hiburan? Bagaimana dengan bentuk pelanggaran hubungan parasocial yang berbentuk pelecehan seksual?
Saya sungguh berharap pertanyaan-pertanyaan ini, dan pertanyaan lain, dibahas dalam kancah otaku Indonesia. Bisa dilakukan sembari Anda menonton livestream Moona, dan saya menonton livestream Larissa Rochefort.
Dengan kadar hubungan parasocial yang normal, tentunya.
Gambar keluku oleh Matsuryuu.