Mungkin anda pernah mendengar cerita ini, orang menusuk pacarnya berkali-kali sampai pacarnya berdarah-darah keluar lift dan harus segera ditolong medis kalau tidak ingin meninggal dunia. Iya, ini adalah cerita dari Yuka Takaoka, seorang wanita yang dijuluki sebagai Yandere dalam dunia nyata yang menusuk pacarnya hingga hampir meninggal. Dalam dunia yang ideal, harusnya diberlakukan sebagaimana kita memberlakukan para pelaku KDRT, pelecehan seksual, perundungan, atau pemerasan. Harusnya. Persamaannya: mereka sama-sama kriminal, yang, apapun masalahnya, jelas merugikan orang lain secara fisik maupun emosional.

Yuka Takaoka Yandere di Dunia Nyata
Yuka Takaoka saat di tangkap kepolisian Jepang

Tetapi yang berbeda memang, pada saat konferensi pers polisi, Yuka memang berparas menarik. Postur dan rupanya menawan. Komentar-komentar langsung berdatangan: “kalau si cantik rupawan itu yang menusuk saya, ya tidak apa-apa”, Atau beberapa orang yang ingin gadis itu menjadi pasangannya. Bahkan ada yang menggalang dana agar perempuan itu bisa menebus hukuman, agar Yuka tak masuk penjara, jika anda salah satu dari orang tersebut coba kita lihat lebih lanjut akan fenomena ini. Fenomena dimana orang seringkali meromantisasi hal yang tidak pada tempatnya

Romantisme yang Tidak Pada Tempatnya

Romantisme yang tidak pada tempatnya ini merupakan hal yang tidak benar dan bukan hal baru. Kasus serupa tidak hanya dijumpai sekarang, namun pada banyak kasus dimana guru wanita, SMP atau SMA, ditangkap karena melakukan hubungan seksual dengan murid laki-lakinya yang notabene bawah umur, selalu saja ada komentar tidak pantas yang ingin diperlakukan serupa oleh pelaku pemerkosaan itu. Kuncinya, kasus harus soal romansa atau seksualitas, dan pelaku harus bertampang rupawan nan menawan.

Manusia memang punya masalah dengan meromantisasi para penjahat. Ini bukan kasus baru, sejak Bonnie & Clyde satu abad lalu yang secara sistematis merampok dan membunuh di Amerika, lantas dipuja-puja dalam popkultur melalui banyak saduran film maupun potret, sampai baru-baru ini saja ketika pembunuh berantai Ted Bundy dilayarlebarkan oleh Netflix melalui Extremely Wicked, Shockingly Evil, and Vile dimana meskipun film itu menakjubkan, respon beberapa penggemar mengkhawatirkan: meromantisasi sang pembunuh.

Romantisasi jadi kata kunci. Dengan alasan-alasan sosio-psikologis yang terlalu panjang untuk dijelaskan di sini, entah kenapa manusia seringkali mendambakan diri untuk melakukan hal-hal yang kejam dan mengerikan. Memang alasan-alasannya tidak mengejutkan, salah satunya karena di dunia nyata yang membosankan tapi tetap tidak beres, orang yang tidak punya kuasa apa-apa seringkali menginginkan balas dendam yang hanya ditahan oleh norma-norma sosial, nilai-nilai moral, dan kode hukum negara. Maka hal-hal yang dilakukan oleh para penjahat memiliki hal-hal yang diinginkan. Kali ini, mungkin yang diinginkan adalah figur perempuan yang posesif, obsesif, dan selalu dekat dengan kita, sampai-sampai memastikannya dengan menodong pisau atau mengancam bunuh diri.

Iya Ini untuk Kamu Para Wibu yang Meromantisasi Wanita Ini!

Artikel ini bukan diuntukkan bagi mereka yang sudah paham, tapi justru mereka yang masih ingin punya pacar macam yandere tadi (para “wibu” payah betul soal ini, sejak Yuno Gasai persoalan ini nggak selesai-selesai).

Pertama,  pahami konsep kekerasan domestik atau abusive relationship. Apa yang dilakukan “yandere” tadi, dan beberapa “yandere” lain di anime, jadi nggak keren karena dia memanipulasi keinginan dari pasangannya, secara fisik maupun verbal. Caranya bisa macam-macam, dan menusuk langsung dengan pisau memang cara yang paling ekstrem, tapi banyak cara lainnya: berbohong, mengancam akan menyakiti diri, mengancam bunuh diri, menghina dan merendahkan, meminimalkan peran pasangan, berusaha mengetahui segala hal yang dilakukan pasangan (seperti riwayat sosial media atau pembelian), mengontrol tindakan pasangan (yang paling sederhana, seperti tidak membolehkan berteman dengan laki-laki/perempuan lain), dan gaslighting (memanipulasi pasangan sampai ia mengira dirinya salah, padahal benar). Karena pada dasarnya hubungan  merupakan sesuatu yang mempunyai timbal balik antara satu sama lain, bukan dengan memaksakan kehendak kepada 1 pihak saja.

Mengapa ini penting? Sebab kekerasan domestik sering sekali terjadi di Indonesia. Di sekeliling anda. Sifat-sifat “yandere” perempuan tadi sering dilakukan di sekitar kita, lebih sering oleh laki-laki terhadap istrinya. Takutnya, kalau “yandere” ini saja masih dicintai, bagaimana kita bisa menjaga para korban atau calon korban kekerasan dalam rumah tangga di sekitar kita?

Kedua, pasangan yang penuh kasih sayang dan selalu ingin bersama tidak selalu ciri khas seorang yandere, bahkan hal ini merupakan hal yang wajar. Menjadi tidak wajar adalah ketika hal tersebut menjadi sebuah obsesi. Hubungan dengan dasar Obsesi bukanlah hal yang baik, Jika hal ini terjadi dengan anda, segeralah konsultasi dengan pihak ke tiga karena hal bukanlah hal yang cute. Pria-pria tampan di manga shoujo yang cenderung posesif, obsesif, dan suka stalking orang yang disukainya juga termasuk orang-orang yang melanggar norma yang berlaku, layaknya baginya untuk dilaporkan segera ke polisi.

Konsekuensinya bisa membahayakan. Para perempuan bisa jadi menginginkan orang-orang abusif dan berkelakuan buruk, atau laki-laki bisa merasa boleh melakukan hal-hal seperti itu dalam berpasangan. Kita juga jadi lebih tidak awas terhadap kekerasan domestik yang terjadi di sekitar kita. Lebih parah lagi, bisa jadi beberapa, seperti dalam kasus ini, bukannya bersimpati dan membahas korban, justru bersimpati dan membahas pelaku.

Ketiga, jika kalian bertanya tanya kenapa ada orang yang memiliki hubungan yang “aneh” seperti hubungan BDSM dan macam lainnya. Kunci pada hubungan ini adalah pada konsen yang diberikan pada kedua belah pihak sebelum masuk ke tahap ini. Pasangan yang melakukan ini biasanya merupakan pasangan yang menginginkan sebuah percikan dalam hubungan mereka. Apapun yang mereka lakukan adalah dengan persetujuan atau konsen kedua belah pihak, jadi tidak ada pihak yang disakiti dalam melakukan hal tersebut.

Kesimpulan dari hal ini semua adalah, tolong bedakan antara hal yang anda biasa konsumsi (bersifat fana) dan dengan hal yang nyata seperti ini. Hubungan itu adalah hal yang bersifat timbal balik, bukanlah dengan paksaan. Jika ada orang dalam hubungan yang tidak kondusif hendaklah untuk membawanya ke psikiater untuk menyelamatkan orangnya dan hubungan mereka (jika masih bisa di selamatkan). Mungkin sajakah orang yang mendukung Yuka adalah orang yang belum pernah dalam hubungan?  atau mungkin jika anda memang sudah berhubungan atau sedang dalam hubungan, pernahkan anda membayangkan jika Anda yang terbaring di rumah sakit dengan luka tusuk dan pacar anda yang menusuk anda kini mendapat atensi secara positif dari dunia internasional?

Apakah mungkin kamu harus merasakan begini dulu baru mengerti?

Penulis : Muhammad Naufal
Editor: Dimas Andaru Kusumo