Jika mendengar kata-kata “event anime Mangga Dua”, kerap kali Anda menafsirkannya sebagai sesuatu yang rendahan. Jauh, panas, banyak “wibu bau bawang”, norak, banyak barang bootleg, dan masih banyak lagi tuduhan-tuduhan dari segala penjuru ranah maya. Ada pula yang datang dan merasa kecewa dengan suguhan acara yang terkesan seadanya, sehingga mereka yang belum pernah ke sana turut sekata.

Minggu (24/6) lalu, penulis diajak oleh salah seorang teman ke acara ini. “Ini event anime mula-mula, event anime yang sebenarnya”, kata teman penulis yang kebetulan sudah menjadi wibu sejak pertengahan 2000-an. Hal ini membuat penulis penasaran, seperti apa sensasi event anime yang katanya “rendahan” ini?

Kesederhanaan Kuncinya

Sebagai informasi, festival anime di Mangga Dua tidak hanya satu. Hampir setiap minggu, ada saja festival anime yang diselenggarakan di area parkir Mangga Dua Square, dengan konsep yang kurang lebih serupa. Kali ini, ada dua acara yang diadakan di tempat ini: Aniket Vol. 1 dan J-Music ID, yang juga bersebelahan. Masuk Aniket gratis, tapi jika Anda ingin mendengar lantunan dan tarian idola Anda, ekstra kocek Rp 10.000 harus dikeluarkan agar dapat masuk ke J-Music ID. Harga yang terbilang murah jika dibandingkan dengan acara besar macam Comic Con atau AFA.

Barang yang biasa dijajakan di event anime Mangga Dua.

Sesampainya Anda di dalam, fasilitas dan hiburan yang disediakan seadanya saja. Satu panggung besar di ujung digelar agar grup idol dan band bisa unjuk gigi di sana. Sejumlah stan menjajakan barang dagangan anime dengan harga miring, seperti poster, gantungan kunci, atau masker. Sayangnya, kebanyakan barang yang dijual di sini adalah bootleg, desainnya hasil curian dari Internet. Meskipun begitu, pengunjung tidak peduli asli atau palsu, yang penting tampil keren sebagai wibu sejati.

Berbeda dengan acara serupa di Mangga Dua, penulis justru jarang menemui barang bootleg di Aniket. Hal ini bisa terjadi karena Aniket mengikuti konsep pasar komik, sehingga kebanyakan barang yang dijual di sini kurang lebih sama dengan barang-barang di Comifuro.

Sensasi yang Berbeda

Terlepas dari fasilitasnya yang ala kadar, dan rata-rata pengunjungnya, menurut salah satu Youtuber kondang, wibu bau bawang, ada satu hal menarik yang tak ditemui di event anime kelas kakap, yaitu sensasinya.

Salah satu cosplay di event anime Mangga Dua.

Para wibu datang berduyun-duyun mengenakan atribut  anime, mengendarai itasha (motor yang berhias karakter anime), sembari memasang spanduk komunitas masing-masing. Di bawah spanduk itu, mereka menunggu teman-teman komunitasnya, memandang si cantik dan si tampan yang ber-cosplay ria, sembari berdiskusi bersama mereka yang sudah datang.

Deretan itasha yang parkir di Mangga Dua.

Penulis menemui salah satu anggota di komunitas tersebut. Komunitas ini sudah menganggap Mangga Dua sebagai rumah kedua mereka. Di sini, mereka dapat berkumpul bersama teman sehobi yang mereka kenal di media sosial. Tidak peduli kaya atau miskin, elitis atau plebian, semuanya diperlakukan sama. Anda mau menyebut mereka otaku, anilovers, animers, atau bahkan wibu, mereka tidak masalah. Mereka datang kemari untuk bersenang-senang dan berkumpul bersama teman, baik dari komunitasnya sendiri maupun komunitas lain.

Berfoto ria bersama idola.

Tampak raut muka mereka yang gembira, antusias bersorak sorai menikmati alunan lagu yang dibawakan idola mereka. Tidak lupa mereka berfoto bersama artis favorit atau cosplayer cantik. Hal sesederhana itu sudah membuat hati mereka senang, dan pulang tanpa rasa penyesalan.

Potensi “Akihabara dari Selatan”

“Dulu, Anda mengenal Mangga Dua sebagai sentra elektronik dan komputer. Sekarang, Anda juga mengenal Mangga Dua sebagai basis event anime.” Begitulah kata Sas Kwan, salah satu penyelenggara event anime di Mangga Dua.

Kalimat ini bukanlah isapan jempol belaka. Buktinya, Mangga Dua kini sudah banyak dikenal orang sebagai tempat event anime merakyat. Saking suksesnya, nasib Mangga Dua Square yang dulunya sepi ditinggal pelanggan, kini menjadi ramai kembali berkat acara-acaranya.

Salah satu komunitas anime yang memajang spanduknya di Mangga Dua.

Perubahan nasib Mangga Dua juga mulai terlihat ketika menyusuri bagian dalam mal. Sejumlah warnet, toko gim, kartu, dan figur mulai menempati mal ini, sehingga para wibu tetap bisa datang ke Mangga Dua meskipun tidak ada acara. Di lantai atas, ada ruangan yang dapat digunakan untuk latihan band dan dance cover. Ya, tidak hanya event jejepangan, Mangga Dua jugalah rumah untuk event K-Pop.

Melihat perkembangan Mangga Dua yang begitu pesat, Sas Kwan optimis akan masa depan Mangga Dua sebagai Akihabara-nya Jakarta, tempat bagi para anak muda, baik wibu maupun K-Popers, untuk datang berkumpul, belanja, dan bersosialisasi.

Sas Kwan tentu sudah tahu betul akan stigma buruk event Mangga Dua. Bukannya gentar, ia malah menjawab “Datang dan rasakan sendiri sensasinya”. Memang benar, event Mangga Dua tidak seburuk yang dikira. Bagus atau tidaknya, itu semua soal selera, sama halnya dengan konser dangdut atau temu sapa pengguna Tiktok. Selama mereka menikmati dan tidak membuat masalah bagi orang lain, kenapa harus dipermasalahkan?

Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis, tidak mencerminkan pandangan umum Risa Media. Penulisan oleh Excel Coananda.