Gim Blue Archive akhirnya dirilis oleh Yostar secara global pada beberapa waktu silam. Mobage ini bercerita mengenai petualangan pemain sebagai 'teacher' yang memimpin para 'student' untuk menyelesaikan masalah di suatu kota yang akan membuat pemainnya 'menemukan keajaiban dalam kehidupannya'.

Setelah antisipasi yang besar, kaum muda yang telah lebih dulu tertarik dalam kancah gim gacha turut berduyun-duyun mengunduh gim tersebut. Para wibu yang memang menjadi target pasar Blue Archive ikut mengunduh gim ini. Mereka tidak sabar untuk bertemu Hasumi, Asuna, Tsubaki, Sora, Hina, dan student lainnya.

Namun kemudian, tak ayal bahwa banyak wibu ini tidak hanya ingin 'bertemu' dengan para student. Banyak bermunculan post dengan nafsu berlebih dengan bau-bau kekerasan seksual, bahkan terhadap karakter berbentuk anak kecil.  Tidak hanya itu, kolom komentar di laman pengunduhan gim di Google Play Store juga berisi komentar-komentar yang berbau seksual dan tidak pantas. Tak ayal meme “B*kep Anak Kecil” bertebaran di mana-mana berkaitan dengan gim ini.

Artikel ini akan membahas dampak yang tidak main-main jika hal seperti ini terus dibiarkan. Tidak hanya sekadar mengkritik penampilan student saja, gim Blue Archive sendiri penulis anggap sangat tidak kreatif karena mirip sekali dengan Azur Lane, dilihat dari mana pun juga. Konsekuensinya? Ada di akhir artikel ini, dari terancam tenar sesaat hingga memperlihatkan bagaimana wibu dapat menjadi sebejat-bejatnya manusia.

Hadeh, Dada Besar dan Bocil Lagi

Hadeh, Asuna (sumber karya: joker0744g)

Oke, semua orang tahu bahwa salah satu unsur terpenting dalam gim adalah bagaimana gim tersebut menampilkan karakternya; Blue Archive pun juga demikian. Ironisnya, Blue Archive merupakan gim yang menampilkan karakternya dengan sangat menarik bagi pemainnya.

Lho, kok ironis? Karena Blue Archive menampilkan karakternya dengan cara yang “menarik” secara seksual bagi target pasarnya. Tentu saja dengan menampilkan karakternya sebagai perempuan yang memiliki dua pilihan karakteristik: (1) payudara besar, badan curvy, dan paha thicc, atau (2) bocah loli dengan sifat dan pakaian yang menggoda.

Tiga nama student pertama yang penulis sebut di awal (Hasumi, Asuna, dan Tsubaki) adalah perempuan dengan karakteristik pertama. Nama Student terakhir (Sora dan Hina) memiliki karakteristik kedua. Badannya mungil, rambutnya pirang, cocok dengan definisi loli.

Anda pikir hanya empat karakter itu saja yang identik dengan hal-hal berbau seksual? Tidak! Hampir semua karakter memiliki pola yang sama: memiliki bodi seksi, penuh fetish, atau dibuat “ternodai” oleh penggemar bejat. Tentu saja penggambaran karakter dengan cara-cara demikian itu efektif untuk menggaet target pasar dari Blue Archive: wibu laki-laki yang mudah tergoda dengan fanservice.

Namun, tidak adil rasanya jika kritik terhadap suatu gim diberikan hanya karena aspek karakternya semata. Penampilan boleh jadi sumber kritik, tetapi bagaimana dengan faktor lain seperti gameplay-nya? Toh, gameplay adalah sesuatu yang menjadikan gim itu dapat dimainkan.

Blue Archive itu Azur Lane 2.0, Change My Mind

Gameplay yang sama-sama didominasi mekanisme otomatis

Jujur saja: gameplay-nya persis seperti Azur Lane, gim dari pengembang yang sama dengan Blue Archive (Yostar).

Inti permainan Blue Archive adalah pertempuran antara Student dengan musuh-musuhnya. Sistem permainannya berjalan secara otomatis. Di dalam pertempuran, Student dapat berlindung di balik sejumlah objek untuk menghalau tembakan musuh serta mengaktifkan skill khusus yang dimiliki oleh karakter dengan cost tertentu.

Karena mekanisme tersebut, hal yang menentukan kemenangan dalam pertempuran bukanlah keahlian pemain menggerakkan karakter secara aktif, tetapi kelihaian pemain untuk memasang peralatan yang sesuai sebelum pertempuran dan timing pemain yang tepat untuk mengaktifkan skill karakter. Dalam kata lain, pemain berperan pasif dalam pertempuran.

Mekanisme permainan tersebut benar-benar serupa dengan Azur Lane. Di Azur Lane, armada kapal karakter akan menyerang Siren dengan senjata yang menembak secara otomatis. Meskipun permainan dapat dilakukan secara manual, Azur Lane memiliki sistem permainan otomatis yang dapat diaktifkan saat pertempuran. Armada kapal karakter juga dapat mengaktifkan torpedo, pesawat kapal induk, dan meriam kapal tempur untuk menambah gempuran terhadap Siren.

Serupa dengan Blue Archive, mekanisme yang menentukan kemenangan dalam pertempuran Azur Lane pun bukanlah keahlian pemain menggerakkan karakter secara aktif, tetapi kelihaian pemain untuk memasang peralatan yang sesuai sebelum pertempuran, mengatur posisi penempatan armada, dan timing pemain yang tepat untuk mengaktifkan skill.

Kafe di Blue Archive dan ruangan di Azur Lane

Gameplay yang sudah serupa tersebut juga makin serupa dengan permainan dan mekanisme di luar pertempuran yang sama: menghias ruangan dengan furnitur, meningkatkan afeksi dengan karakter, menjaga moral karakter agar siap di dalam pertempuran, dan memberikan perlengkapan (equipment) untuk meningkatkan kemampuan karakter.

Jangan lupakan bahwa karakter Azur Lane sendiri juga didesain dengan penuh unsur seksualitas dan fetishism. Karakter yang disajikan juga berada di antara dua spektrum: (1) spektrum perempuan berdada besar seperti Taihou, Atago, dan St. Louis; atau (2) spektrum loli seperti Unicorn, Javelin, dan Laffey.

Yes, they're similar (sumber karya Hasumi: tiri man, sumber karya Taihou: hbb) 

Adakah Risikonya?

Risiko Gim: Honeytrap yang Tenar Sesaat

Tsubaki (sumber karya: freng)

Strategi gim Blue Archive yang mengedepankan sensualitas dari karakternya memang harus diakui sangat efektif menggaet banyak pemain baru dalam jumlah singkat. Namun, strategi tersebut memiliki dua ancaman: degradasi gim menjadi honeytrap dan potensi ketertarikan terhadap game yang menjadi sesaat saja.

Dengan basis pemain yang tertarik bermain karena art yang seksi, Blue Archive akan mampu mengeksploitasi pemain dengan menghadirkan art yang aksesnya terbatas, tetapi makin seksi; contohnya adalah art Asuna berpakaian bunny suit yang baru bisa diakses melalui gacha. Hal tersebut mendorong para pemain untuk meningkatkan usaha mendapatkan karakter yang makin seksi tersebut, termasuk dengan membeli Pyroxene untuk memperbanyak kesempatan pull gacha. Pemain pun harus mengorbankan uang mereka untuk mendapatkan karakter seksi yang mereka inginkan.

Fenomena tersebut menjadi suatu bentuk “honeytrap,” yaitu upaya menjebak pihak tertentu menggunakan hal-hal berbau seksual agar pihak tersebut menuruti kehendak pelaku honeytrap; pemain-pemain Blue Archive pun "dijebak" dengan art seksi agar pemain-pemain tersebut rela menggelontorkan uangnya kepada Yostar. Tentu saja honeytrap dilihat sebagai hal yang kurang etis karena menggunakan shortcut “penarik nafsu” agar cepat mendapatkan keuntungan.

Blue Archive pun juga dikhawatirkan hanya bertahan sebagai hype sesaat. Berkaca dari pengalaman Azur Lane, gameplay Blue Archive yang dapat dimainkan secara otomatis terancam menjadikan gim tersebut statis dan menyebabkan pemain tidak punya keleluasaan untuk mengubah keadaan di permainan, berbeda dari Arknights atau Genshin Impact yang pemainnya dapat langsung mengendalikan permainan dalam melawan musuh. Akibatnya, pemain-pemain berpotensi cepat mengalami rasa bosan dan bisa saja berhenti bermain setelah beberapa saat.

Pemain Blue Archive memang banyak yang datang untuk melihat keseksian karakternya. Namun, toh, manusia secara hakikat akan merasa bosan juga pada akhirnya, terutama jika melihat sesuatu yang itu-itu saja.

Risiko Sosial: Wibu Jadi Sebejat-bejatnya Manusia

Hoekk

Inilah bagian yang ironisnya sudah mudah terlihat di sekitar kita. Kehadiran Blue Archive dengan karakternya yang sangat seksi memperlihatkan bagaimana lolicon dan orang-orang bertendensi pemerkosa masih ada di sekitar kita, terutama di kalangan wibu yang menjadi pemainnya.

Kalau Anda buka Google Images dan ketik nama salah satu Student, penulis yakin bahwa akan muncul fanart berbau sensual, dari yang biasa saja hingga yang benar-benar hanya sehelai kain saja. Namun, yang paling mengecewakan adalah adanya art lolicon 18+ yang menggambarkan anak-anak. Iya, anak-anak, digambar dalam cara yang sensual, menjijikkan.

Hoekk 2

Anda harus selalu ingat bahwa lolicon, bagaimanapun bentuknya, adalah bentuk pedofilia (ketertarikan seksual terhadap anak-anak). Ketertarikan terhadap anak-anak adalah hal yang tidak normal sama sekali. Setiap kegiatan pedofilia tentu akan mendapatkan ganjaran hukum; kalian masih ingat dengan kasus Nafa Urbach beberapa tahun lalu kan?

Namun, yang tak kalah menjijikkan adalah tabel mengenai siapa karakter yang mudah diperkosa. Tabel buatan salah satu wibu penggemar Blue Archive tersebut benar-benar menunjukkan range dari karakter mana yang “susah digagahi” dan karakter mana yang “malah ingin digagahi.”

Semoga para perempuan dijauhi dari orang ini

Apa pun alasan pembuatannya, tabel tersebut dengan jelas memperlihatkan bagaimana wibu-wibu masih berada di dalam pengaruh budaya perkosaan (rape culture). Rape culture sendiri dapat dimaknai sebagai budaya yang menormalisasi adanya tidak pemerkosaan.

Mungkin tabel tersebut hanya sekadar bercanda, tetapi tetap saja mengimplikasikan adanya perkosaan. Dampaknya, perkosaan pun menjadi ternormalisasi dan sejumlah pihak dapat berpikir bahwa “oh tidak apa-apa kalau saya memerkosa orang lain.” Dalam jangka panjang, terjadilah tindak perkosaan yang sesungguhnya.

Lihat! Sudah lolicon, mengikuti rape culture pula; keduanya benar-benar memperlihatkan bagaimana wibu dapat menjadi sebejat-bejatnya manusia. Jangan lupakan banyak komentar dan postingan lain dari para wibu yang bernada seksual terhadap student di tempat yang dilihan orang umum, Jujur, penulis sudah tidak heran kalau wibu masih sulit diterima di masyarakat atau bisa berteman dengan perempuan.

Yang perlu jadi catatan: penulis tidak menggeneralisasi bahwa setiap pemain Blue Archive adalah pelaku kejahatan seksual. Banyak teman penulis yang memainkannya pula, tetapi toh mereka semua jauh dari sebutan penjahat kelamin. Mengapa demikian? Mereka mampu mengontrol berahi mereka secara dewasa dan tahu tempat serta situasi.

Tentunya, mereka berbeda dari pemain Blue Archive yang disebut oleh penulis di sini: wibu mesum yang berperilaku kriminal, tidak tahu tempat, dan tidak mampu mengendalikan hasrat bejat mereka.


Blue Archive sebenarnya adalah gim hebat. Pemain dapat berinteraksi dengan karakter dan pilihan warna dalam art-nya juga sangat berwarna. Selain itu, Blue Archive juga memberikan alternatif permainan baru bagi mereka yang sudah jenuh bermain Arknights atau Genshin Impact. Penulis juga senang bahwa banyak kawan-kawan penulis yang menemukan kesenangan baru di dalam gim baru ini.

Namun, penulis sangat menyayangkan penitikberatan gim ini kepada desain karakter yang seksi saja. Memang orientasi tersebut membuat gim ini laris, tetapi larisnya gim tersebut hanya terasa semu semata: mereka yang bermain hanya main demi berahi semata, bukan demi permainan sesuai esensinya. Gameplay-nya pun berpotensi memicu kebosanan yang cepat sehingga banyak yang akan pensi dengan cepat.

Yang menjijikkan, Blue Archive memperlihatkan bagaimana wibu yang menjadi pemainnya dapat menjadi sebejat-bejatnya manusia. Kehadiran karakter seksi, baik yang besar maupun yang kecil, seakan memberikan tempat bagi “wibu-wibu rendahan” untuk mengekspresikan sifat lolicon dan budaya perkosaan. Jangan salahkan penulis jika wibu masih belum bisa diterima masyarakat, ya!

Tulisan ini bukan merupakan propaganda agar Anda berhenti bermain Blue Archive karena bermain gim apa pun adalah hak pribadi Anda. Tulisan ini juga tidak ingin memukul rata seluruh pemain Blue Archive sebagai manusia kotor yang tak tahu adab. Tulisan ini hanyalah peringatan bagaimana suatu gim yang mirip Azur Lane dapat menelanjangi (atau mendukung) kebejatan yang tidak terkontrol dari para wibu tak bertanggung jawab.

Gambar keluku oleh Sancheck.