Akhir akhir ini masyarakat Jepang menjadi sangat familiar dengan istilah 高齢化社会、(koureika shakai). Dilihat dari huruf kanjinya, kata ini memiliki arti 'kenaikan populasi manula'

Menurut Makizono Kiyoko (1993:448), sebuah negara dikatakan mengalami kenaikan populasi manula apabila persentase penduduk lansianya (persentase penduduk usia 65 tahun ke atas daritotal populasi negara tersebut) mencapai 7%, dan indeks penduduk lansia (indeks penduduk lansia 65 tahun keatas terhadap penduduk usia produktif >15≦64 tahun) melewati sekitar 12,0.  

Sedangkan pada Senin 17 September 2018, AFP memberitakan Jepang memiliki jumlah penduduk lansia berusia 65 tahun ke atas sekitar 28,1% dan lansia berusia 70 tahun keatas mencapai 20,7% yang masing masing jumlahnya dihitung dari total populasi Jepang. Tak heran istilah 'kenaikan populasi manula' tersebut menjadi sangat familiar di kalangan masyarakat Jepang.

Hal ini menyebabkan stasiun televisi Jepang harus bekerja keras untuk memproduksi program televisi yang menarik minat masyarakat lanjut usia untuk tetap menonton saluran televisi mereka, tentunya untuk keperluan rating. Salah satu program yang diunggulkan untuk menarik pemirsa dari kalangan lanjut usia ialah acara musik lawas.

Konten yang dihadirkan stasiun televisi dalam acara musik tersebut biasanya berupa: (1) menayangkan kembali penampilan musisi lawas yang telah diarsipkan secara rapi dan direstorasi dalam bentuk high definition, (2) membuat dokumenter terkait musisi legendaris tersebut, memanfaatkan arsip yang dimiliki, (3) maupun menampilkan secara langsung pertunjukan musik yang dilakukan musisi lawas.

Bagi para pemirsa yang tidak bisa menontonnya di televisi, ada beberapa orang yang mengunggah rekaman dari acara musik lawas tersebut di berbagai situs berbagi video, seperti Youtube, Dailymotion, Youku, walaupun hal tersebut bisa dibilang merupakan perbuatan yang ilegal.

Untuk penampilan musisi lawas secara live di televisi sendiri seringkali mengalami kendala seperti musisi yang tidak bisa maupun sudah tidak mampu bernyanyi kembali dengan berbagai macam alasan, musisi yang tengah sakit, bahkan sampai meninggal dunia, mengingat usia para musisi ini tidak muda lagi.

Menghadapi hal tersebut, stasiun televisi Jepang tidak memiliki pilihan lain selain menayangkan kembali arsip yang menunjukkan penampilan musisi yang bersangkutan di stasiun televisi tersebut, tentunya, dengan format high definition, walaupun dengan video yang masih memiliki rasio 4:3 atau sering disebut oleh pegiat shitposting televisi lokal dengan sebutan HD atau hitam di pinggir.

Namun akhir-akhir ini masyarakat Jepang khususnya penikmat musik genre Enka dibuat heboh dengan musisi legendaris yang telah lama tidak terlihat di layar kaca membawakan single terbarunya secara langsung, yaitu Misora Hibari. Pasalnya, Misora Hibari telah meninggal dunia pada tahun 1989 akibat gagal pernapasan. Akan tetapi, pada tahun 2019, Hibari kembali ke atas panggung untuk membawakan lagu terbarunya, sekaligus menyapa penggemarnya yang masih hidup. Akan tetapi, Misora Hibari tampil di panggung bukanlah dalam wujud arwah, akan tetapi teknologi Artificial Intelligence (AI).

Pertunjukkan musik yang melibatkan penggunaan teknologi ini diselenggarakan atas kerjasama stasiun TV Jepang, NHK, dan Yamaha Corporation yang juga merupakan produsen software sintesis musik vocaloid, Produser Akimoto Yasushi , yang juga menulis lagu terakhir sebelum Misora Hibari wafat, diamanahkan untuk menulis lagu yang akan dibawakan. Mori Hanae, desainer Jepang, merupakan perancang busana Misora Hibari khusus untuk pertunjukkan ini, Tendo Yoshimi, musisi enka yang dipercayakan untuk berkontribusi dalam bidang pembentukkan animasi yang diperlukan.

Penampilan Misora Hibari dalam bentuk Artificial Intelligence di NHK, 29 September 2019 

Bagaimana AI Menghidupkan Kembali Legenda Musik Asia

Pertunjukkan musik ini sejatinya memiliki konsep yang hampir sama dengan konser musisi legendaris Indonesia, Chrisye yang bertajuk “Kidung Abadi” pada tahun 2012. Seperti Chrisye, Misora Hibari dalam bentuk Artificial Intelligence dibuat dengan cara memanfaatkan arsip video penampilan Misora Hibari terdahulu yang dimiliki stasiun televisi NHK sebagai pembentuk wajah dan animasi gerak bibir. Untuk animasi gerak tubuh, musisi enka Tendo Yoshimi menirukan gaya panggung Misora Hibari dengan mengenakan pakaian yang telah dirancang khusus untuk pertunjukkan ini, yang kemudian direkam oleh motion capture tertentu. AI tersebut kemudian menyanyikan lagu terbaru yang diciptakan dengan cara yang sama dengan cara menciptakan lagu-lagu Vocaloid, yaitu merangkai lagu tersebut per suku kata dari lagu-lagu yang telah direkam Misora Hibari. Lagu yang dibawakan berjudul Are Kara, yang berarti 'Sejak Saat Itu'.. Tak hanya itu, AI Misora Hibari juga dibuat supaya dapat berbicara dengan para audience yang hadir di lokasi pertunjukkan.

Alhasil, beragam reaksi ditunjukkan oleh para audiens. Ada yang takjub, terharu, hingga menangis. Bahkan musisi enka lain, Tendo Yoshimi, yang juga hadir di lokasi terlihat menitikkan air mata seraya berdoa ketika AI Misora Hibari berbicara kepada para penonton. Begitulah yang disiarkan oleh NHK melalui program “NHK Special: AI de Yomigaeru Misora Hibari” pada 29 September 2019. Rekaman acara televisi tersebut juga tersedia di Youtube. Reaksi yang diberikan oleh pemirsa yang menontonnya di televisi maupun di Youtube juga tidak jauh berbeda, sehingga acara televisi terebut sempat diberitakan oleh beberapa media daring dari dalam maupun luar Jepang.

Dilansir dari situs resmi NHK, lagu yang dinyanyikan oleh Misora Hibari dalam bentuk AI kembali diperdengarkan pada acara musik NHK Utacon pada tanggal 12 November 2019 dan bentuk AI nya juga ditampilkan kembali pada acara musik NHK Kouhaku Uta Gassen pada malam pergantian tahun 2020.

Kembalinya Teresa Teng di Layar Kaca

Sebenarnya hal ini bukan kali pertama untuk stasiun TV Jepang 'menghidupkan kembali' musisi legendaris yang telah tiada. Upaya yang sama pertama kali dilakukan oleh stasiun televisi TBS dalam program variety show 'Kin Sma' pada 19 Mei 2017.  Dilansir dari portal berita daring entertainment Jepang, Maijitsu, acara tersebut menampilkan sosok diva Asia Teresa Teng yang “dihidupkan kembali” setelah meninggal dunia akibat asma pada tahun 1995 di Chiangmai, Thailand. Teresa Teng “dihidupkan kembali“ lewat teknologi hologram lima dimensi dan menyanyikan lagunya yang hits pada tahun 1986, yaitu “Toki no Nagare ni Mi wo Makase” yang juga terkenal di kalangan etnis Tionghoa di seluruh dunia

Penampilan Teresa Teng dengan teknologi hologram lima dimensi di TBS, 19 Mei 2017

Hal tersebut mengejutkan Jepang dan dunia, khususnya Dataran Tiongkok, Taiwan, serta Hong Kong dan menjadi berita besar di daerah tersebut. Bahkan, program berita berbahasa Mandarin satu-satunya di Indonesia, Xinwen Plus yang ditayangkan oleh Metro TV juga ikut memberitakan hal ini.

Dalam waktu yang relatif tidak begitu jauh, sekitar tanggal 11 Agustus 2017, teknologi yang sama juga selanjutnya digunakan oleh stasiun televisi TV Asahi dalam program, Ketteihan! Kore ga Nihon no Meikyoku da! dengan Teresa Teng yang kembali menjadi objek dari penerapan teknologi tersebut. Bedanya, pada program ini, Teresa Teng berduet dengan penyanyi enka yang masih aktif menyanyi, Ichikawa Yukino dalam segmen Toki wo Koetta Kiseki no Duet.

Duet antara Kobayashi Sachiko dan Hologram Teresa Teng di TV Asahi, 4 April 2019

Selanjutnya, TV Asahi secara rutin menggunakan teknologi ini dengan pengembangan di sana sini. Musisi legendaris yang dijadikan objek penerapan teknologi inipun mulai beragam. Diantaranya, musisi legendaris enka, Misora Hibari dan Shimakura Chiyoko, vokalis band Zard, Izumi Sakai, dan top idol tahun 70an, Saijo Hideki, penyanyi sekaligus aktor, Katsu Shintaro, dan duet Hide & Rosanna. Mereka yang menjadi partner duet para legenda ini ialah para penyanyi enka seperti Sakamoto Fuyumi, Hikawa Kiyoshi, Shimazu Aya, Ichikawa Yukino, serta musisi kayoukyoku, Sen Misao, Matsudaira Ken, Kobayashi Sachiko, serta top idol tahun 70an Iwasaki Hiromi, dan penyanyi Jpop Kuraki Mai.

Perbandingan antara penampilan Teresa Teng semasa hidup dengan penampilannya dalam bentuk Hologram oleh akun Youtube kewpie bgm 

Usut punya usut, salah satu akun Youtube dari Jepang yang fokus mengunggah video penampilan Teresa Teng semasa hidup, kewpie bgm, mengungkapkan bahwa teknologi yang digunakan pada program acara ini ternyata memanfaatkan arsip video penampilan musisi terkait pada waktu lampau yang telah direstorasi dalam bentuk high definition. Selain itu, teknologi tersebut bisa berjalan dengan baik karena ikut memanfaatkan tata cahaya, set panggung, teknik pengambilan gambar, dsb. Hal ini dibuktikan dengan membandingkan video penampilan Teresa Teng semasa hidup dengan video penampilan Teresa Teng dengan teknologi hologram tiga dimensi.

Ketika Teknologi Masa Depan Menghadirkan Masa Lalu

Penggunaan AI untuk dunia musik bukanlah suatu yang baru, apalagi dengan sistem elektronik yang memungkinkan para produser dan musisi untuk memanfaatkan sejauh mungkin prinsip-prinsip fisika di balik nada dan intonasi. AI melangkah lebih jauh, utamanya setelah sejak 2007, mereka yang tak mau atau tak mampu menyanyi sendiri bisa 'meminjam' suara orang: ketika Yamaha merilis perangkat lunak berjudul 'Hatsune Miku', diikuti beberapa perusahan lain yang secara kumulatif menghadirkan perangkat lunak berjudul 'Vocaloid'

Sifat dari sistem yang artifisial-digital toh tak menghentikan usaha menghadirkannya dalam layar konser. Konser hologram diciptakan: suatu usaha untuk mereproduksi kembali kenyataan dalam bentuk yang lain, di ruang yang lain. Teknologi terbaru ini akhirnya tak terus berkutat di masa depan—Indonesia, Jepang, dan juga negara-negara lain memakainya untuk menghadirkan kembali apa yang sudah tak ada, di ruang dan waktu yang lain, membawanya ke realitas yang lain, di ruang dan waktu saat ini, kali ini.