Sons and daughters of Mondstadt, may the gift from the Anemo Archon be engraved in your hearts!
And let it be known that this gift is not freedom, but just defiance!

Apa yang kamu pikirkan tentang Venti? Mungkin bahwa ia seorang lelaki dengan fisik yang langsing dan menggemaskan, atau perannya di dalam revolusi yang meruntuhkan tirani lama Mondstadt, atau bahwa dia terlalu sering bersenang-senang, mabuk tanpa membayar di bar milik Diluc. Mungkin juga, dari segi teknis, anda melihat Venti sebagai karakter mumpuni yang dapat diberikan kekuatan elemental mastery tinggi agar dapat menjadi peran support yang mumpuni.

Untuk secara tepat membahas tentang karakter satu ini, semua dari anggapan di atas, beserta tambahan-tambahan lainnya, perlu diperhitungkan. Tapi mengapa Venti?

Para penggemar, setidaknya sejauh apa yang saya lihat, telah banyak membicarakan karakter-karakter lain. Kesialan Bennett, misalnya, atau Xiao yang malang, atau Childe dan latar belakangnya yang tragis. Namun, entah saya yang terlewat atau memang jarang, sedikit penggemar yang membahas alur cerita Venti. Sebagian besar alasannya dapat dipahami: kita meninggalkan Mondstadt segera setelah beberapa hari bermain, tempat itu adalah 'tempat pertama' yang diperuntukkan khusus untuk newbie. Karena kita menghabiskan jauh lebih banyak waktu di Liyue, maka kita juga lebih memperhatikan karakter-karakter yang tinggal di Liyue. Apalagi, Liyue secara analogis dapat dibandingkan dengan budaya Tiongkok, sedangkan Mondstadt pada umumnya lebih kabur.

Memang tidak ada analogi yang nyata untuk Mondstadt di dunia nyata. Dari The Legend of Vennessa, kita tahu bahwa ia adalah kerajaan yang dipimpin tiran dengan para bangsawan yang memiliki kebiasaan hidup dekaden, dihibur oleh perbudakan, dan festival yang jauh dari rakyat jelata—festival-festival khusus dirayakan oleh para elit kerajaan1.

Sedangkan dari The Mondstadt Tower, kita tahu bahwa ketika Barbatos mengajarkan cinta dan kebebasan, di Mondstadt lama justru bermunculan insititusi agama yang main klaim sendiri, dikendalikan oleh para elit, dan justru mengajarkan rasa 'menahan diri dari kenyamanan duniawi' dan hanya memperbolehkan syair-syair 'suci' untuk dinyanyikan. Catatan itu menjelaskan secara gamblang: 'hukuman ilahiah (divine punishment)' yang didorong oleh institusi agama palsu itu hanyalah usaha untuk menyembunyikan perilaku tamak para bangsawan dan untuk melarang masyarakat biasa untuk menikmati hal-hal yang sama dengan apa yang dinikmati para elit2.

Venti dan Vennessa, Grand Master Knights of Favonius pertama.

Sampai di sini, kita bisa menemukan analogi di dunia nyata bertebaran di mana-mana, mulai dari Kekaisaran Romawi Suci sampai Kerajaan Perancis. Analogi ini berhenti sampai di sini. Venti, dibantu oleh Vennessa, memimpin revolusi sosial di Mondstadt untuk menjatuhkan tirani bangsawan dan menetapkan: tidak boleh ada lagi pemimpin di negeri ini. Hanya mereka yang bertugas sesuai dengan arahannya masing-masing, hanya koordinasi, tiada garis hierarki.

Selama ribuan tahun, sampai hari ini, tidak ada yang memimpin Mondstadt. Setelah revolusi berulangkali di Perancis dan Jerman, negeri-negeri itu masih memiliki raja, masih memiliki perdana menteri, atau setidaknya 'pemerintahan' yang memiliki sifat otoritatif terhadap warga negaranya. Tiada hal tersebut di Mondo. Knight of Favonius 'hanya' bertugas sebagai penjaga integritas kota, dengan Grand Master (dimulai dari Vennessa, sekarang dipegang oleh Varka dengan Plt. Jean) yang bertanggungjawab terhadap koordinasi segala urusan kota, namun secara resmi tidak 'memerintah' Mondo. Diluc menjalankan bisnis anggurnya, Wagner usaha pandai besi, Barbara dan Rosaria mengurus katedral, dan seterusnya.

Bandingkan dengan Liyue. Dipimpin oleh Rex Lapis, ia mendelegasikan perlindungan Liyue sehari-hari ke belasan Adeptus, yang pada gantinya menyerahkan tugas mengatur kota kepada Qixing. Qixing sendiri terdiri dari tujuh orang, diketuai oleh Ningguang, dan masing-masing dari tujuh Qixing memiliki tugasnya masing-masing layaknya menteri. Keqing (Yuheng), misalnya, mengurusi penggunaan lahan dan infrastruktur. Ia juga yang memerintahkan Chasm, lahan tambang besar, untuk ditutup sementara. Ningguang (Tianquan), memiliki sekretaris, Ganyu, dan memiliki jajaran aparatur sipil negara yang mengurusi izin berdagang, izin tambang, dan lain sebagainya. Belum lagi pasukan Millelith dengan kepemimpinan yang hierarkis dengan tugas untuk menjaga keamanan Liyue.

Liyue dan segala birokrasinya yang teratur. Dari tujuh anggota Liyue Qixing, hanya 3 yang baru diceritakan saat ini.

Begitu birokratis, begitu teratur dan tertata. Ketika Aether pertama kali mengunjungi Liyue, ia disambut dengan kalimat "Di sini, Archon kami hadir—tidak seperti di Mondstadt!". Warga Liyue, tampaknya, bangga dengan keteraturan dan ketertibannya. Namun Mondo punya sejarah lain. Ratusan tahun dikekang tirani dan bangsawan yang menikmati hidup dengan mengorbankan kebutuhan masyarakatnya, Vennessa dan Venti tidak percaya dengan tatanan dan ketertiban. Ia percaya sebaliknya: kebebasan dan hak untuk berekspresi.

Di sini lah letak kesulitan utama menjelaskan karakter Venti. Di dunia nyata, tidak ada suatu organisasi politik skala-besar yang dapat bertahan lama dalam kondisi an-archos, anarchy, anarki—tanpa pemimpin—dalam waktu lama. Kita baru dapat menemukan analogi Mondstadt – ebagaimana analogi Liyue kepada budaya Tiongkok dan Inazuma kepada budaya Jepang – hanya jika Komune Paris pada tahun 1871 bertahan lebih dari tiga bulan.

Tetapi, di sini justru kita melihat mengapa Venti merupakan karakter yang sangat menarik (dari segi perilaku maupun penampilan, jika anda mau). Ia seorang archon di tanah an-archos, pemimpin di tanah tanpa pemimpin, dengan orang-orang yang menolak pemimpin. Ia setiap hari dipuja-puji melalui syair dan doa, dimintakan perlindungan (utamanya dari bencana alam berbasis angin, sebab Mondstadt berada di dataran tinggi), tetapi fisiknya yang berjalan kemana-mana tidak dianggap, atau dianggap tidak jelas, atau dianggap mengganggu (paling tidak oleh Diluc, yang sebenarnya sudah tahu siapa Venti) oleh masyarakatnya sendiri.

Kita bisa menarik banyak hal dari sini. Pertama adalah meskipun ia membantu temannya yang memimpin langsung revolusi fisik melawan kerajaan Mondo—dan lalu mewarisi badannya yang gugur dalam peperangan—ia selalu memilih cara-cara non-kekerasan. Ketika terdapat naga superkuat yang meneror kota, warga-warga setempat menyebutnya Stormterror. Venti tidak melihatnya sebagai musuh. Ia teringat bahwa naga itu adalah Dvalin, yang sesungguhnya bertugas untuk menjaga sayap timur kota dari ancaman luar. Ia adalah orang pertama yang memahami bahwa ada yang meracuni sahabatnya, dan bahwa racun itu terpaksa harus dikeluarkan secara paksa tanpa perlu membunuhnya. Segala aksi kekerasan adalah terpaksa, bukan pilihan pertama.

Nameless Bard dan Barbatos (masih dalam wujud angin) ketika memimpin revolusi melawan Decarabian. Amos (memegang panah) dan ksatria berambut merah (kemungkinan leluhurnya Diluc) juga turut serta.

Kedua, Dvalin sesungguhnya juga tidak terlalu suka dengan lagak Venti yang bermain-main. Ketika ia mengajak para penjaga Mondstadt untuk bersenang-senang dalam lagu, Vennessa menolak dan menganggap idenya mengganggu kegiatan administratif yang menumpuk, Dvalin menganggap idenya sungguh buruk dan buang-buang waktu, dan dia dengan cepat diusir Lupus Boreas yang tidak punya waktu untuk bermain-main dengan lagu. Barbara melihatnya dengan rasa curiga. Rex Lapis—Zhongli—melihatnya sebagai pengangguran pemabuk. Mona melihatnya sebagai orang yang tidak terlalu berguna, dan seterusnya.

Padahal justru itulah esensi dari Mondstadt, yang dilupakan oleh orang-orangnya sendiri! Bersenang-senang, meminum anggur, menyanyikan lagu-lagu yang menyenangkan, bermain-main. Apakah berarti ia kekanak-kanakan, atau pengangguran? Tidak. Ia bukan pengangguran, namun ia bekerja dengan melakukan apa yang ia mau dan berkontribusi secara aktif ke dalam masyarakat dengan spesialisasinya: sebagai musisi yang menghibur, bahkan musisi paling terkenal dan terbaik seantero kota.

Ketiga, ini berarti ia sangat menghargai seni! Kebebasan sosial secara langsung berdampak pada kebebasan berekspresi, pada tumbuh dan suburnya seni. Salah satu tulang punggung ekonomi Mondstadt adalah dandelion wine, yang hanya akan terjadi melalui inovasi Diluc atas sumber daya terbatas yang dimiliki kota tersebut. Kita juga mengingat bahwa ketika gnosis-nya diambil oleh Signora, ia menyatakan bahwa barang berharga hanya bisa diapresiasi oleh orang yang memiliki selera. Signora bukan bagian dari orang-orang yang menghargai orang lain, dan tidak melakukan apa yang dapat melanggar kebebasan orang lain—orang-orang yang bisa menghargai seni.

Keempat, dan paradoks terakhir, ia adalah pemimpin yang mengajarkan bahwa anda tidak butuh pemimpin. Ia memerintahkan warga Mondstadt untuk bebas dan merdeka, mengarah pada pertanyaan yang paling tidak selesai di Genshin: jika seorang dewa (archon) kebebasan memerintahkan Anda untuk merdeka, apa Anda benar-benar merdeka? Dalam kondisi-kondisi genting, Stormterror misalnya, Venti bisa turun tangan—tapi selebihnya, di dalam kehidupan sehari-hari, ia tak lebih dari musisi yang baru saja bermain di alun-alun kota lima belas menit yang lalu. Ketika warga Liyue menyebutkannya sebagai 'tanpa archon', membandingkannya dengan Rex Lapis yang penuh dengan kekuasaan mutlak (dan lalu, mati esok sore harinya3), ia melewatkan hal bahwa Barbatos, Venti, begitu mencintai kebebasan manusianya, dan ia memahami bahwa kekuasaan dalam bentuk apapun hanya akan menghalang-halangi kebebasan tersebut.

Kelima, dan terakhir, ia bukan sosok yang sepenuhnya bersenang-senang, tanpa beban, happy-go-lucky. Sungguh kebalikannya: trauma dan beban masa lalu dalam hidupnya lah yang menyebabkan ia berperilaku seperti dirinya sekarang. Ia muncul sebagai sosok tanpa fisik. Seperti Rimuru yang mengambil bentuk Izawa, ia hanyalah mengambil sosok kawannya yang memimpin revolusi di Mondstadt. Ia kehilangan banyak orang, dan ia juga turut dikekang, sebagai jiwa yang bebas di kerajaan yang tidak memperbolehkan siapapun untuk masuk dan keluar, 'bahkan burung sekalipun'. Ia bermain-main bukan karena ia naif dan kekanak-kanakan, tetapi dari kesadaran bahwa hanya kebebasan permanen dan usaha merayakan hidup-lah yang dapat menghindari bencana lama.

Maka, Venti begitu menarik sebab ia penuh dengan kontradiksi. Dalam popkultur Jepang, pada umumnya, mereka yang memiliki trope pembangkang atau manusia bebas adalah mereka yang berada di pinggiran, tersingkirkan, sedangkan para 'dewa', 'raja', dan pemimpin lainnya seringkali menggunakan kekuasannya secara penuh, secara bijak ataupun tidak. Venti menempati keduanya: ia pembangkang, sosok yang bebas, merdeka, dan secara potensial memiliki kekuasaan hampir tanpa batas—hanya dia tidak pernah dan tidak akan menggunakannya.

Singkatnya, ia begitu menarik sebab mungkin tidak akan ada sosok sepertinya di dunia nyata.

Never cease to pursue freedom, even when the land is bare!

1
Vol.1:
Chained by royals, Mondstadt could barely suspire,
And festivities were but vanity games of the rich,
Beyond the grasp of the ordinary people.
A withering dungeon, Mondstadt was.
In slavery games the royal gaily relished,
Oblivious to their place, the inmates were.


2
Vol.1:
"...meanwhile, the self-proclaimed "orthodox" church — a mere figurehead, controlled by the ruling class — advocated abstinence from earthly pleasure to avert divine punishment. Under such circumstances, even the harp which symbolized the wind had been restricted to playing only those songs deemed "holy." However, the notion of "divine punishment" was little more than an excuse fabricated by the nobles to conceal their avarice and restrict the commoners."

3
Rex Lapis memang ternyata masih hidup, tetapi ia yang dibunuh sore itu dianggap oleh masyarakat Liyue sebagai Rex Lapis asli, dengan efek yang sama.