“Dapat fanart karakter komik sendiri aja udah senang, apalagi ini.” – Mas Author

Hai Hai Riscomrades!

Risa Comics. Komik yang terkenal dengan karakternya yang unik, kembali mencoba peruntungan di Comic Frontier 9. Naungannya masih sama, Doujin Dalam Botol. Tapi ada yang berbeda di CF9 kali ini. Cosplay! Yeey!

Dari sekian banyak karakter dari Risa Comics, ada 3 karakter yang diwujudkan dalam cosplay ini. Di hari pertama, ada Kindi sebagai Risa Nanda, dan Pina Pinya sebagai Pristina Seroja. Hari kedua pun tak lowong, karena ada Dewi Pannadhika sebagai Fella Valerie yang menemani hari Minggu Anda.

Cosplay sebagai alat pemasaran konten kreatif bukanlah hal baru. Meskipun begitu, Risa Comics mencoba praktik ini dan sukses besar! Seperti apa kisah ketiga cosplayer ini sampai mengantarkannya ke pintu kesuksesan? Apa saja manfaat cosplay untuk kesehatan jiwa dan raga? Simak wawancara kami dengan Kindi, Pina, dan Dewi, karena ini akan seru!

Wawancara

Kin Di (sebagai Risa) dan Pina (sebagai Pristina) sedang beraksi di CF9 hari pertama. (Kin Di)

Sudah berapa tahun menjajaki dunia cosplay? Pertama kali cosplay karakter apa?

  • Kindi: Sudah dari tahun 2012. Pertama kali cosplay salah satu karakter dari Di Gi Charat Nyo, Rabi en Rose.
  • Pina: Pertama kali cosplay tahun 2013. Karakter pertama yang dicosplay adalah Monomi dari Super Danganronpa.
  • Dewi: Sebenarnya udah lama, dari tahun 2012. Dulu pertama cosplay karakter Mei Misaki dari Another.

 

Dari mana kalian pertama tahu keberadaan Risa Comics? Dan apa yang membuat kalian tertarik untuk cosplay jadi karakter komik ini?

  • Kindi: Dari dulu orang udah sering share meme dan komik. Salah satunya yang muncul di linimasa saya adalah Risa Comics. Saya pun jatuh hati dengan karakter Risa, dan tertarik untuk cosplay karakter ini, terlebih ini pengalaman pertama saya cosplay karakter komik Indonesia.
  • Pina: Saya sudah kenal Risa Comics dari tahun 2015, pas Risa Comics masih bagian dari Gtfoid. Saat itulah saya ditawarkan untuk menjadi salah satu cosplayer Risa Comics. Saya memilih Pristina karena karakternya yang unik.
  • Dewi: Karena saya seorang artist, grup yang saya ikuti salah satunya adalah Komunitas Mangaka Indonesia. Dari sana saya mengenal Risa Comics, sekaligus ditawarkan juga untuk menjadi salah satu cosplayer official-nya. Sama seperti Kindi dan Pina, ini juga pengalaman pertama saya cosplay karakter komik Indonesia.

 

Apa ada tantangan saat tengah mendalami cosplay Risa Comics ini?

  • Kindi: Secara pendalaman karakter tidak terlalu sulit, karena karakter Risa dekat dengan kehidupan kita, easygoing dan memeable. Tapi, tantangan terbesar saya adalah menghadapi komentar negatif dari Riscomrades (julukan keren untuk penggemar Risa Comics dan pembaca Risa Media).
  • Pina: Secara karakter, Pristina berlawanan dengan saya. Pristina adalah anak yang angkuh, anak orang kaya, dan gemar panjat sosial. Jadi harus benar-benar didalami kalau soal karakter.
  • Dewi: Sejauh pengalaman cosplay saya, ini pertama kalinya saya membuat kostum cosplay sendiri. Sebuah tantangan baru yang sangat menarik untuk dicoba.

Reaksi Fella membaca tanggapan negatif tentang dirinya. (Dewi Pannadhika)

Apa Anda sering mendapat tanggapan negatif tentang cosplay anda? Dan bagaimana cara mengatasinya?

(serempak tertawa): “Banyak!”

  • Kindi: Pastinya ke-triggered, tapi ya mau gimana lagi. Usahakan diam. Kalo gak tahan, sindir aja secara halus, tapi tetap santai, tidak usah dicounter.
  • Pina: Paling kesal kalau ditanggap negatif, terutama soal fisik. Lebih baik tidak usah ditanggapi, kalau ditanggapi entar jadi drama.
  • Dewi: Udah biasa, pasti ada aja yang nyinyir. Barangkali dari sana ada komentar yang konstruktif, bisa ambil pelajaran dari situ biar ke depannya lebih baik.

 

Siapa cosplayer panutan Anda?

  • Kindi: Banyak banget. Tapi intinya, cosplayer yang saya suka dilihat dari cara mereka membawakan karakter tersebut dengan tepat, termasuk make-up yang sesuai dengan karakter.
  • Pina: Kebanyakan cosplayer lokal, salah satunya Pinky Lu Xun. Untuk cosplayer luar ada TUNA dan SAIDA.
  • Dewi: Banyak juga, tapi yang paling jadi panutan adalah YUZU. Usianya masih muda, tapi sudah bisa cosplay bermacam karakter dengan ciamik.

 

Selain cosplay, apalagi hobi yang kalian suka?

  • Kindi: Bagi saya, cosplay bisa menyalurkan berbagai macam hobi, contohnya gambar dan make-up.
  • Pina: Hobi khilaf, karena khilaf adalah salah satu sifat dasar manusia. Selain khilaf, saya juga suka main game.

“Yang jelas bukan game analog.” – Pina

  • Dewi: Gambar, main piano klasik, dan main game, khusunya DotA.

 

Apa manfaat yang bisa diperoleh dari cosplay?

  • Kindi: Menambah pengalaman kerja, bertemu orang banyak, dan belajar berkomunikasi juga.
  • Pina: Belajar berkomunikasi dan menghadapi orang-orang yang sifatnya berbeda-beda, bukan dari kalangan cosplayer atau wibu saja.
  • Dewi: Dulu saya benar-benar tomboy, karena cosplay saya menjadi lebih feminim. Cosplay dapat meningkatkan kemampuan make-up dan membuat kostum sendiri.

 

Apa pendapat Anda tentang dunia cosplay sekarang ini?

  • Kindi: Cosplay zaman sekarang sudah lebih mudah, bahkan terlalu mudah. Banyak cosplayer menawar harga gila-gilaan di Taobao (online shop yang menjual barang cosplay), menjual kostum lama juga semakin sulit.
  • Pina: Orang jaman sekarang sifat irinya kuat. Banyak yang mencaci maki cosplayer tanpa alasan yang tepat. Selain itu, banyak cosplayer (tentunya tidak semua) menurunkan effort mereka, mau bagus tapi maksa murah. Cosplay karakter yang lagi trend (itupun seadanya) terus gak lama dijual. Pengorbanan jelas ada, tapi hasil gak bisa bohong.
  • Dewi: Meskipun masih banyak yang nyinyir, cosplayer saat ini sudah lebih banyak ditanggapi secara positif dibanding dulu.

 

Apakah cosplay adalah hal yang mujarab dalam marketing konten kreatif lokal?

  • Kindi: Sangat mujarab, karena dapat mewujudkan karakter lokal menjadi nyata. Pesona cosplayer dapat menarik minat pengunjung untuk datang dan membeli produknya.
  • Pina: Berbeda dengan cosplay karakter anime maupun kartun Barat, cosplay karakter Indonesia dapat mengenalkan karakter asli Indonesia dan meningkatkan pamor konten lokal.
  • Dewi: Cosplay sebagai marketing sudah pernah (dan masih) diterapkan di salah satu komik lokal. Tingkat penjualan meningkat dan mereka menjadi terkenal. Konsep yang sama juga cocok diterapkan di Risa Comics.

 

Apakah jargon “Cosplay for Fun” yang sering digaungkan masih relevan untuk saat ini?

  • Kindi: Bisa dibilang mulai memudar. Contohnya saat cosplay karakter yang tidak sesuai dengan fisik kita, bukannya fun malah baper gara-gara nyinyiran “penggemar garis keras” yang menghendaki fisik cosplayer sesuai keinginan mereka.
  • Pina: Orang yang benar-benar cosplay for fun sudah semakin langka. Ada juga yang baper gara-gara orang lain sudah cosplay karakter itu duluan, padahal hal yang seperti itu bukanlah masalah besar.
  • Dewi: Masih, tergantung dari cara orang itu sendiri menganggap cosplay itu apa, apakah dari sisi positif atau negatif.

 

Apa pesan Anda untuk cosplayer lainnya?

  • Kindi: Cosplay gak usah diambil pusing. Cosplay karakter yang kamu suka, karena pada hakikatnya cosplay itu fun.
  • Pina: Tak usah pusing dengan nyinyiran orang. Buktikan kalau kamu lebih baik dari mereka. Jaga etika juga penting.
  • Dewi: Kalau ada komentar buruk, lewati saja. Kalau ada komentar yang konstruktif, terima dan evaluasi komentar itu. Jangan takut untuk mencoba hal baru, agar hasil cosplay bisa jadi lebih baik.

Masih penasaran dengan kisah ketiga cosplayer ini? Penasaran proyek apa yang akan mereka buat ke depannya? Bisa langsung dicek di tautan ini (untuk Kindi), ini (untuk Pina), dan ini (untuk Dewi).

Inilah kisah tiga pemudi yang penuh semangat, menjadi bagian dari kisah sukses cosplay Indonesia. Kurangi nyinyir, kurangi drama, banyak belajar, banyak berteman, banyak berkarya. Maju terus komik dan cosplay Indonesia!

Wawancara oleh Rahmat dan Aisyah – Penulisan oleh Excel