Pagi ini, saya terbangun dengan kabar yang sama sekali tidak mengejutkan: kabar lama diungkit lagi. Video-video Hatsune Miku pada tahun 2012 raib dari Youtube karena ulah penggemar K-Pop yang iri. Kabar ini telah dibantah sejak lama, tetapi tak cukup memadamkan amarah wibu yang kembali membara.

"Wibu dan K-Pop tidak ditakdirkan bersatu." Seperti itulah norma yang dipegang teguh oleh kedua kubu. Pada kenyataannya, norma ini sudah luntur seiring dengan waktu. Banyak teman-teman saya – bahkan adik saya sendiri – yang dulunya wibu garis keras, kini menggemari K-Pop. Ada yang menjadi wibu sekaligus K-Popers, tapi ada juga yang lepas dari perwibuan sama sekali.

Melihat pergeseran tren yang terjadi, tentu membuat kita bertanya-tanya: kenapa wibu benci K-Pop sejak awal? Lalu, kenapa sebagian wibu ini akhirnya mulai menerima K-Pop dalam kehidupannya?

Menjadi Wibu, Menjauh dari Pergaulan

Perseteruan antara wibu versus K-Popers sudah dimulai sejak awal 2010-an. Pada masa itu, lagu-lagu Korea dari Super Junior, SNSD (Girls Generation), 2NE1, dan lainnya mulai menarik perhatian massa. Boyband dan girlband lokal mulai bermunculan, mengikuti tren yang ada. Sebut saja SM*SH, Cherrybelle, XO-IX dan Coboy Junior.

Penggemar lagu-lagu Barat, biasanya anak-anak gaul, dengan mudah menerima K-Pop, karena itulah yang sedang populer di masyarakat. Hal yang sama tidak berlaku untuk mereka yang tersisih dari pergaulan. Mereka yang dirundung di sekolahnya, mereka yang culun, mereka yang sulit mendapatkan teman. Mereka lantas membuat perkumpulannya sendiri, dan menemukan anime sebagai pelarian yang tepat.

Sebagai wibu yang menjadikan anime sebagai pelarian, suatu hal yang natural ketika mereka membenci segala hal yang digemari oleh pergaulan yang mereka tinggalkan. Tingkah laku wibu yang merendahkan K-Popers juga didalangi oleh rasa iri hati.

Anime-anime yang banyak tayang di televisi perlahan menghilang, digantikan oleh boyband dan girlband yang menurut mereka 'tak bermutu'. Mereka tak terima atas nasibnya di dunia, kurang populer dalam pergaulan, berujung dengan rasa iri terhadap segala tren yang menggeser keberadaan mereka.

Bukan K-Pop sih ini, tapi jadi sasaran amuk massa wibu juga karena "terinspirasi" dari sana.

Tidak hanya sampai di situ, beberapa wibu garis keras juga melancarkan perlawanan pada kaum gaul ini. Boyband, baik yang luar maupun yang lokal, dicap sebagai homoseksual (terpengaruh dari humor 9GAG Justin Bieber). Girlband pun turut dihina karena mereka melakukan operasi plastik. Laman-laman meme yang berpengaruh terhadap perwibuan kala itu juga turut mempropagandakan hal yang sama.

Tingkah laku penggemar K-Pop yang militan juga makin memperparah situasi ini. K-Popers balik menghina wibu karena kekanak-kanakkan dan menyukai sesuatu yang tidak nyata.

Hilangnya video Hatsune Miku di bahasan awal artikel juga salah satu legitimasi dari kebencian wibu terhadap K-Popers. Mereka membuang pemikiran logis dan penelusuran fakta, dan langsung percaya begitu saja karena hal itu sejalan dengan pemikiran mereka.

Entah siapa yang mulai duluan, kondisi seperti inilah membuat perseteruan antara keduanya semakin tak terhindarkan. Perseteruan ini terus berlanjut melewati masa kejayaan Meme Comic Indonesia, bahkan sampai era Udin Gambut di 2014-2015.

Dari Benci jadi Cinta

Jika wibu mengalami regenerasi, hal yang sama juga berlaku dalam basis penggemar K-Pop. Hype Super Junior dan SNSD digantikan oleh BLACKPINK, Twice, dan BTS. Dari idola baru inilah, datang penggemar-penggemar baru. Menariknya, sebagian dari penggemar baru ini adalah kaum wibu, juga mereka yang dulu pernah suka hal jejepangan.

Lagi-lagi, hal ini memicu pertanyaan, kenapa mereka bisa sampai ke sini (fandom K-Pop)? Banyak penyebabnya, tetapi ada dua yang terlihat jelas. Satu dari personal wibu itu sendiri, satunya lagi dari keadaan dunia di sekitarnya.

Seiring waktu berjalan, popularitas K-Pop jelas semakin menanjak, bahkan mulai menantang hegemoni musik Barat. Kombinasi dari kuatnya branding, pemasaran yang gencar, dan kemampuan untuk beradaptasi, membuat K-Pop semakin digemari oleh khalayak ramai.

Hype girlband KD/A di tahun 2018, yang berbasis dari gim League of Legends, juga turut mendorong minat gamers (yang sebagian adalah wibu) mulai menyukai K-Pop.

IZ*ONE, sebuah girlband kolaborasi antara Korea dan Jepang.

Batas antara J-Pop dan K-Pop juga menjadi semakin kabur. Salah satu buktinya adalah keberadaan orang Jepang di girlband Twice – yang juga wibu – sebut saja Momo. Ada pula girlband IZ*ONE yang merupakan kolaborasi antara Jepang dan Korea.

Pada masa-masa ini, wibu yang dulu fanatik ini bukan lagi anak-anak. Ada yang duduk di bangku SMA, kuliah, bahkan ada yang sudah kerja. Mereka mulai menyadari bahwa pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat. Tindakan mereka menghina K-Pop dulu adalah masa lalu yang memalukan. Mereka mulai bergaul dengan orang di luar kegemarannya, dan mulai menerima budaya lain, termasuk budaya yang dulu mereka benci.

Selama menjadi wibu garis keras yang anti K-Pop, mereka sudah mempunyai ekpektasi sangat rendah akan musik Korea. Begitu mereka mendengarnya, mereka merasa bahwa hal ini jauh melebihi ekspetasi mereka selama ini.

Tidak lama setelah itu, mereka langsung memamerkan biasnya. Ada yang merapat ke Lisa, ada juga yang terpikat dengan Jihyo. Sebuah hal yang bisa dikatakan 'menjilat ludah sendiri', tapi, ya sudahlah.

Tidak Semua Wibu Sama

Setelah membaca artikel ini, bukan tidak mungkin kamu, atau teman kamu yang lain, mengatakan bahwa tren ini tidak berlaku di mereka. Ada yang terjun ke fandom K-Pop terlebih dahulu sebelum menjadi wibu. Ada juga yang sudah menjadi wibu sekaligus K-Popers sejak zaman SNSD. Di sisi lain, ada pula wibu yang masih belum menyentuh K-Pop hingga saat ini.

Meskipun demikian, intensitas saling serang antara wibu dan K-Popers sudah tak seheboh dulu. Ya, terkadang mereka masih berseteru, tapi sudah tak sesering dulu. Perdebatan yang ada lebih mengarah ke sifat penggemarnya dibanding idolanya.

Kedua kubu ini sudah bisa menerima budaya yang digemari kubu lawannya. Sebagian wibu ada yang menyukai K-Pop. Beberapa K-Popers juga menonton anime, membaca manga Jepang dan manhwa Korea, yang gaya gambarnya terinspirasi dari manga.

Pada akhirnya, mereka juga akan menyadari, bahwa menghina kegemaran orang lain hanyalah tindakan yang membuang-buang waktu dan memalukan.