Jauh sebelumnya salah satu teman kontributor saya sudah mendiskusikan dan memaparkan beberapa layanan streaming anime legal yang bisa dilihat disini. Kali ini saya akan mencoba membahas dari sisi topik yang berbeda, yaitu panduan untuk memilih layanan alir musik daring yang sesuai untuk kalian.

Tidak hanya sekedar untuk mendengarkan lagu-lagu jejepangan, namun juga berbagai genre lain yang bisa kalian nikmati. Baik itu didengarkan sendiri, berdua, berkelompok atau untuk teman pesta. Jelasnya, panduan ini juga bisa dipakai untuk kalian yang tidak begitu tertarik dengan musik jejepangan.

Ada 4 variabel pengetesan yang akan digunakan. Mulai dari antarmuka (UI) dan pengalaman penggunaan, konten librari musik, kualitas alir musik, dan harga serta ketersediaan pembayaran.

Disclaimer

Semua yang dipaparkan dalam artikel ini murni pendapat subjektif dari saya selaku penulis. Baca dengan menabur sejumput garam di ujung lidah kalian. Jika ada beberapa hal atau sesuatu yang tidak tersampaikan dalam artikel ini, tulis di kolom komentar.

Saya hanya memilih layanan alir musik daring yang sudah diujicobakan dan mudah diakses dengan jaringan penyedia internet Indonesia dalam satu bulan terakhir. Mungkin tak semuanya bisa diujicoba karena keterbatasan waktu, metode pembayaran dan ketersediaan layanan.

Saya tidak menggunakan pengetesan dengan VPN untuk membuka region lock dari beberapa judul musik tertentu. Itu hak Anda selaku pembaca, namun masalah legalitas, penurunan kualitas musik akibat koneksi, masalah akun dan lain-lain mohon ditanggung sendiri.

Terakhir, semua tarif yang akan dipaparkan disini adalah resmi dari penyedia layanan tersebutkan dibawah. Tarif yang terpaparkan dalam setiap subsegmen adalah untuk satu orang dengan tagihan berulang setiap bulan.

Segala bentuk resiko dari penggunaan layanan dengan penyimpangan tarif jauh dari nominal yang disyaratkan (semisal langganan dengan menumpang paket keluarga dan bayar sekian persen saja secara tidak sah) murni tanggung jawab kalian selaku pembaca. Bayarlah dengan metode yang legal.

Apple Music

Awalmulanya dikenal dengan iTunes pada medio 2000-an. Namun sejak terkendala aplikasi yang tidak responsif dan optimal untuk platform OS tertentu dan peruntungan serta perombakan Apple untuk mencoba terjun dalam layanan ini berubahlah nama menjadi Apple Music. Serta juga yang mulanya hanya tersedia untuk perangkat Apple yang menjalankan iOS dan Mac, kini Apple Music bisa diakses melalui ponsel berbasis Android.

Secara antarmuka, tampilan yang diusung lebih condong ke datar dan bersih. Mengusung flat material yang juga diterapkan di lini antarmuka iOS, terasa cukup seamless dan tidak terasa kesulitan yang berarti. Untuk pemakaian di Windows, semua terintegrasi dengan aplikasi iTunes yang masih bisa kalian dapatkan di Microsoft Store.

Antarmuka pemutar musik yang simpel dan bersih.

Bagi kalian yang memiliki Apple Device, integrasi aplikasi dan antar perangkat cukup mampu memanjakan kalian dalam mendengarkan musik baik itu saat berpindah dari iPhone ke Mac maupun sebaliknya.

Namun ada sedikit masalah bagi kalian yang menggunakan Android. Apple Music terasa kurang responsif dan gejala delay dalam menjalankan aplikasi cukup sering terjadi. Mungkin dapat menyebabkan rasa tidak nyaman bagi sebagian orang yang menggunakan perangkat dengan memori RAM dibawah 4GB.

Berpindah ke koleksi librari, Apple Music cukup merajai dari segmen ini. Tidaklah kaget, karena Apple juga mengandalkan koleksi yang dimiliki dalam iTunes Store yang sudah lebih dulu mereka kelola. Kurang lebih ada 70 juta lagu yang bisa kalian dengarkan disini*, demikian klaim yang dibuat. Layanan semacam radio internet dan podcast tersedia, namun lebih dirancang untuk membahas dunia musik.

Apabila kalian memiliki lagu favorit dari artis tertentu berdasarkan peringkat, Apple Music akan memberikan personalisasi playlist esensial yang mungkin akan membuat kalian makin tertarik untuk mendengarkannya.

Secara kualitas alir daring, Apple Music menggunakan format AAC bikinan mereka sendiri. Kualitas bisa berbeda tergantung dari perangkat yang digunakan, namun secara keseluruhan jauh lebih baik daripada musik dengan bitrate 320Kbps.

Lalu untuk masalah aksesibilitas dan pembayaran, Apple Music sedikit lebih ruwet. Selain harus memiliki akun Apple (Apple ID), kalian juga harus mendaftarkan langganan selama 3 bulan gratis. Tentu saja kalian harus memasukkan info pembayaran (sayangnya hanya tersedia metode kartu debit/kredit) terlebih dahulu sebelum mulai menggunakan.

Untuk pengguna iOS 13 keatas, layanan pembayaran dengan dompet elektronik DANA sudah tersedia dan bisa kalian nikmati tanpa harus kesusahan membeli Gift Card di toko daring. Apple Music mengenakan biaya 49 ribu per bulan untuk langganan individual. Tarif khusus pelajar atau untuk bersama keluarga bisa kalian lihat disini.

Secara keseluruhan, layanan yang disediakan Apple Music sangat setimpal dengan perjuangan untuk berlangganan dengan metode yang bisa dibilang cukup terbatas (diluar ekosistem iDevice Apple tentu saja). Layanan yang mudah hanya bisa didapatkan jika kalian juga menggunakan perangkat dari Apple, seperti kemudahan transaksi dan interoperabilitas antar perangkat.

Spotify

Tentu saja beberapa dari kalian sudah akrab dengan layanan alir daring yang satu ini. Didirikan tahun 2008 di Swedia, Spotify juga menjadi salah satu pemain raksasa layanan musik daring disamping Apple Music. Bisa dibilang seperti rival abadi yang benar-benar bisa disandingkan secara layanan yang diusung, sebanding juga dengan jumlah pengguna mencapai 345 juta orang.

Secara tampilan, apa yang ditampilkan di dalam aplikasi juga cenderung lebih simpel. Akses utama pengaturan akun dan aplikasi dipisah agar tidak memusingkan pengguna. Mengusung tema gelap secara default, menjadikan pengalaman pemakaian terasa nyaman dan tak mengganggu mata sampai kelelahan.

Tampilan antarmuka Spotify di komputer

Jika kalian sudah menginstal Spotify juga di ponsel, integrasi antar aplikasi dirasakan cukup lancar. Kalian dapat berpindah mendengarkan di ponsel atau PC selama dalam satu jaringan yang sama. Secara tampilan terbilang cukup bersih karena jarak spasi antar ikon dan menu cukup pas.

Untuk konten, pencarian data artis atau album sedikit tricky jika kalian tidak begitu jeli. Info artis yang diberikan tak selengkap rivalnya, namun bisa dimaklumi untuk memaksimalkan konten yang ada di dalamnya. Fitur Canvas di Spotify cukup memberikan kesan unik sebagai semacam tambahan tampilan interaktif dari masing-masing artis^.

Konten librari yang dihadirkan Spotify sama uniknya dengan beberapa penyedia lain, namun yang menjadikannya cukup memberikan sentuhan personal adalah bagaimana ia mengingat lagu-lagu apa saja yang sering kita dengarkan lalu dikompilasi menjadi sebuah playlist khusus (konsep Rewind) yang dikumpulkan pada akhir tahun. Podcast tentu juga tersedia dengan beragam topik.

Kekurangannya, iklan cukup intrusif di sela-sela berpindah lagu atau kadang dalam satu episode podcast. Keterbatasan untuk mengulang satu album playlist/ulang satu lagu juga muncul (kecuali jika kalian menggunakan versi klien desktop/web). Untungnya hal ini hanya terjadi jika kalian mendengarkan dengan layanan gratis, yang mestinya bisa dimaklumi.

Kualitas lagu yang disajikan Spotify tergolong standar, mencapai 320kbps untuk format kualitas tertinggi. Tentu opsi itu tersedia lebih luas apabila berlangganan Spotify Premium bulanan. Jika berlangganan paket Mini, sayangnya yang didapat hanya maksimal di 160kbps, membuatnya setara dengan memilih layanan gratis.

Opsi untuk membayar dan ketersediaannya terbilang sangat lengkap. Metode pembayaran yang tersedia cukup beragam dimulai dari kartu debit/kredit dengan harga 49ribu.

Tidak punya kartu debit/kredit yang sesuai? Bisa potong pulsa langsung (hampir semua operator seluler) dan e-wallet (Gopay, DANA, dan OVO (hanya tersedia untuk Premium Mini)) dengan harga sekitar 55ribu. Harga tersebutkan juga berlaku jika kalian membeli voucher di minimarket yang bekerjasama.

Jika tidak mau membayar, kalian masih bisa mendaftar gratis. Tentu saja fitur seperti mengulang lagu, kualitas lagu yang lebih baik dan tanpa iklan tidak tersedia sampai kalian membayar atau membeli voucher.

Terlepas dari kekurangan menggunakan layanan gratis dan konten yang tidak selengkap Apple Music, variasi metode pembayaran dan paket yang tersedia menjadikan Spotify masih mampu untuk bersaing dalam merebut pasar mendengarkan lagu secara alir daring di tanah air.

YouTube Music

"Ngapain streaming kalo bisa download dari YouTube?"
(seorang anak muda, circa 2017)

Sebagai anak layanan media dari YouTube, mudah ditebak kalau layanan yang disediakan ini lebih berfokus untuk mendengarkan musik. Terlebih lagi sejak Google mematikan Play Music pada awal tahun ini. Mungkin juga mengingat pasar alir daring yang semakin ramai dan cukup menjanjikan, Google pun berbenah agar bisa menyediakan layanan musik ini dan dinikmati banyak orang di banyak negara.

YouTube Music mengandalkan antarmuka yang bersifat clean dan disajikan dengan tampilan cukup besar yang memudahkan bernavigasi dalam memilih playlist khusus. Namun gambar album yang disertakan dalam daftar putar lagu otomatis yang dibuat cenderung datar dan agak membosankan.

Daftar putar YouTube Music kalian akan bercampur dengan daftar tontonan YouTube, jadi berhati-hatilah dalam membuat atau meletakkan lagu ke dalamnya.

Jika kurang beruntung, terkadang YouTube Music hanya akan mengandalkan thumbnail yang dipilih pengunggah video apabila lagu tersebut tidak diunggah oleh penerbit resmi lagu. Dalam beberapa kasus, kalian juga dapat memilih apakah ingin mendengarkan lagu atau bahkan menonton video klipnya. Ini hanya masalah selera dari masing-masing pengguna.

Sisi positifnya, kalian dapat memutar lagu apapun selama ada (dan tentu saja tidak kena strike/pembatasan region) di YouTube. Sebutlah dari lagu yang diterbitkan resmi di kanal YouTube resmi artis musik/penerbit lisensi lagu atau bahkan lagu-lagu mashup atau parodi dari beberapa pengunggah.

Untuk kualitas alir daring, YouTube menggunakan kualitas 256kbps. Namun tentu ini bisa berubah tergantung dari kebijakan penerbit lisensi lagu atau dari video yang diunggah. Jika kualitas video termasuk bagus dan enkoding audio yang disertakan juga bagus tentu bisa lebih dari yang tersebutkan, begitu juga sebaliknya.

YouTube Music tergolong paling simpel untuk urusan aksesibilitas. Selama memiliki akun Google dan terdaftar di ponsel cerdas kalian, maka sangat mudah untuk bisa segera menggunakan layanan ini dengan sekali klik instal di bursa aplikasi ponsel cerdas masing-masing. Fitur bebas iklan, mendengarkan di latar belakang dan download lagu tersedia apabila kalian sudah membayar.

Opsi pembayaran yang ditawarkan mengikuti dari apa yang disediakan dan sudah kalian atur di Play Store. Mulai dari menggunakan (lagi-lagi) kartu kredit/debit, tagihan ponsel, Go-Pay atau bahkan langsung ke Indomaret (membeli voucher atau bayar langsung ke kasir dengan menyertakan kode pembelian yang dibuat). Tarif berlangganan sekitar 49ribu, belum termasuk PPN 10%.

Nilai lebihnya, jika kalian sudah berlangganan YouTube Premium, maka layanan Music Premiumnya juga langsung aktif dan bisa digunakan saat itu juga. Tidak perlu membayar dua kali.

Akses daftar musik yang lebih luas, metode pembayaran dan aksesiblitas yang mudah menjadikan YouTube Music memiliki potensial yang kemungkinan bisa membuat jatuh hati penggunanya baik itu yang baru maupun baru saja berpindah. Kekurangan yang ada tentu adalah sebuah pandangan pendapat masing-masing pengguna apakah dirasa bisa dimaklumi atau tidak.

JOOX

"Lah buset JOOX dimasukin, gw ngira isinya indo semua"
(salah satu teman penulis, 2021)

Mengingat JOOX juga salah satu pionir alir daring musik yang masuk ke Indonesia, rasa-rasanya tak ada salahnya untuk dicoba. Sebagai informasi, layanan alir daring musik ini adalah milik Tencent Group sebagai sarana untuk ekspansi global layanan QQ Music yang kini hanya tersedia di daratan Tiongkok. Di Indonesia sendiri, JOOX mulai beroperasi pada tahun 2015.

Tampilan yang disajikan JOOX cenderung ramai dengan banner yang cukup besar. Splash ads cukup sering dijumpai, agak mengganggu saat pertama kali membuka aplikasi. Untunglah tidak mempengaruhi pengalaman pemakaian ponsel saat dijalankan dibalik layar. Tapi, suasana dalam aplikasi yang "terlalu berwarna dibanding Spotify"menimbulkan kesan kurang nyaman.

Fitur yang disediakan tergolong seperti "one-stop entertainment service" wannabe. Semua tersaji di aplikasi ini, sebut saja konten ala-ala original video show, fitur live karaoke bahkan on-air internet radio lokal bisa ditemui. Saking banyaknya, saya sebagai pengguna merasa kebingungan. Kadang dalam beberapa kejadian, ponsel terasa jauh kurang responsif menjelajah opsi menunya.

Tumplek blek jadi satu.

Secara konteks librari lagu yang dibawa JOOX, koleksi yang dimiliki tidak sebanyak kompetitor tersebutkan sebelumnya. Beberapa cover album pun tidak sesuai semestinya. Lagu dari tema barat maupun jepangan tidak begitu banyak tersedia disini, beberapa ada yang memerlukan langganan VIP terlebih dahulu.

Lagu yang disediakan lebih mengakomodir penikmat musik mainstream lokal di tanah air. Bahkan kategori musik khas orkes musik pun ada juga disini. Bagi penikmat lagu pop nasional saja, ini tentu jadi nilai tambah. Tapi tidak terlalu bagus untuk yang juga mendengarkan musik mancanegara karena keterbatasan koleksi tersebutkan.

Kualitas lagu yang diberikan JOOX untuk pengguna gratis adalah 160kbps. Masih masuk rata-rata standar. Untuk pelanggan VIP, kualitas lagunya bisa lebih naik lagi. Mulai dari kualitas tinggi 320kbps hingga setara "Hi-Fi" format WAV. Namun lagu yang mendukung kualitas tertinggi tadi belum tentu tersedia untuk semua judul.

Opsi pembayaran yang ditawarkan JOOX juga sama lengkapnya. Mulai dari potong pulsa, Google Play Credit, e-wallet (hanya mendukung Go-Pay), kartu kredit bahkan payment gate di minimarket bekerjasama dengan Doku. Pengguna baru dikenakan biaya sekitar 19ribu untuk berlangganan pertama kali, selanjutnya sekitar 49ribu per bulan.

Dilihat dalam beberapa poin tertentu, JOOX sepertinya butuh banyak berbenah. Menyediakan layanan one-stop entertainment itu sebuah gebrakan besar, namun sebagai aplikasi penyedia alir musik daring, koleksi musik yang dihadirkan mestinya bisa lebih lengkap lagi. Terutama lagi bagi mereka yang tak hanya mendengarkan karya lagu lokal saja.

Deezer

Sebagai salah satu pemain pionir yang juga mewakili layanan alir daring musik, Deezer tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Meskipun besar di daratan Eropa (terutama di regional Prancis sebagai awal mulanya), Deezer termasuk salah satunya yang berani melakukan ekspansi ke berbagai negara dimulai dari tahun 2011 termasuk Indonesia.

Secara garis besar, tampilan Deezer cukup bersih dan mengusung simplisitas setara Apple Music. Penataan daftar putar tersusun rapi dan masih cukup interaktif. Namun untuk mengakses profil pengguna sedikit tersembunyi dan tidak mudah.

Dari sisi pengalaman pengguna, Deezer cukup berat untuk dieksekusi. Walaupun begitu, hal demikian tidak separah Apple Music dalam hal aksesibilitas dan kecepatan tanggap eksekusi sentuhan masukan. Hal ini bisa diperbaiki dalam update berikutnya, tentu jika merasa dibutuhkan.

Adanya fitur tambahan seperti SongCatcher sangat membantu apabila kalian mendengarkan salah satu lagu diluar sana yang tak dimengerti/diketahui apa judulnya tanpa harus pusing mengetikkan isi liriknya. Tentu saja kalian akan mendengarkanya secara instan di Deezer, apabila ada dalam librari.

Berpindah ke koleksi librari, tak hanya sekedar musik saja yang ditawarkan. Layanan semacam podcast juga hadir dalam Deezer. Beberapa diantaranya termasuk yang mungkin biasa dikenali, seperti podcast TED Talks. Beberapa daftar putar musik pun juga ada yang dikurasi oleh staf editor.

Daftar putar yang dikurasi oleh staf editor Deezer.

Dengan lebih dari 73 juta lagu*, menjadikan Deezer sebagai layanan alir daring musik yang berani bersaing dengan Apple dan YouTube Music dalam hal jumlah lagu. Banyak pilihan, bukan masalah. Jika kalian bisa temukan lagu favorit di Apple Music/YouTube Music, maka kemungkinan besar musik tersebut ada juga di Deezer.

Personalisasi musik juga tersedia di Deezer, semua berdasarkan dari apa yang sering kalian dengarkan dan menjadi lagu favorit. Bahkan, Deezer bisa menyajikan daftar putar lagu berdasarkan mood hari dan itu akan terus berubah setiap minggunya. Bisa saja kalian akan disuguhkan musik baru/klasik enak yang mungkin tak pernah diketahui sebelumnya.

Kualitas lagu? Deezer yang paling berani transparan soal lembar data kualitas alir daringnya. Secara default, Deezer mendukung hingga 320kbps berdasarkan paket berlangganan yang dipilih. Namun jika berani membayar lebih, ada opsi HiFi dengan kualitas FLAC 16-bit/44.1 kHz dengan perangkat pilihan, termasuk audio player dengan eksternal DAC dan perangkat pengeras suara yang tersertifikasi HiFi.

Opsi pembayaran yang ditawarkan sayangnya masih cukup terbatas. Tetapi tak hanya menyediakan pembayaran dengan kartu kredit/debit, Deezer juga menyediakan opsi dengan potong pulsa dengan harga 54ribu. Pembayaran dengan Doku Gateway juga tersedia, termasuk melalui minimarket. Setidaknya menurut saya masih sedikit jauh lebih baik dan cukup bisa dijangkau.

Semisal Deezer berani untuk menambah opsi pembayaran yang lebih luwes dan juga promosi marketing lebih gencar, bisa saja menjadikannya sebagai salah satu layanan alir daring musik yang patut dipertimbangkan.

Penutup

Adanya kelebihan dan kekurangan dari masing-masing layanan alir daring musik itu adalah hal yang sangat wajar dan lumrah dalam persaingan yang semakin hari semakin padat. Untuk selera dan kemampuan dompet, semua kembali ke kalian selaku pembaca. Pilihan ada di tangan kalian untuk beralih menikmati musik secara legal sekaligus menjadikan seniman/artis musik favorit kalian tetap berkarya.

Ada yang terlewat? Yuk berbagi di kolom komentar.

*: jumlah lagu terdaftar secara global ditampilkan, ketersediaan lagu bisa berbeda menurut regional kalian mendaftar. Baca disclaimer.
^: fitur Canvas tidak tersedia untuk semua lagu.