Lihat kecamatanku, penuh dengan angka.

Nama adalah sebuah identitas bagi sebuah daerah. Apa yang terjadi di daerah tersebut pada masa lalu bisa jadi merupakan pertimbangan untuk penamaannya di masa depan. Saat ini Indonesia memiliki 7.094 kecamatan yang tersebar masing-masing di 34 provinsi yang ada di bumi khatulistiwa yang kita cintai. Setiap kecamatan tentunya pasti memiliki nama untuk membedakan antara kecamatan yang satu dengan yang lainnya. Tapi apa jadinya bila nama yang digunakan untuk kecamatan tersebut terkesan membingungkan, rumit, atau unik? Kali ini akan dihadirkan secara ringkas bagaimana hal itu terjadi di tanah air, tepatnya di Provinsi Sumatera Barat. Ada sebuah daerah yang diberi nama 2 x 11 Enam Lingkung (dibaca: dua-kali-sebelas enam lingkung). Wilayah ini secara astronomis terletak di 100° 16’ 00” BT, 00 39’ 00” LS.

2 x 11: Dua Arus Wilayah dan Kombinasi Numerik Suku dengan Nagari

Salah satu sekolah di Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam, pemekaran dari Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung.

Salah satu peta administratif Kabupaten Padang Pariaman. Terlihat 2 x 11 Kayu Tanam, 2 x 11 Enam Lingkung, dan Enam Lingkung yang berada di sebelah timur. (Sumber: Dinas Perikanan Kab. Padang Pariaman)

Hingga saat ini, mungkin bisa dikatakan bahwa hanya daerah Sumatera Barat yang memiliki nama kecamatan dengan karakter numerik. Di daerah lain memang ada yang menyebutkan angka, tapi masih dituliskan dengan huruf seperti Kelurahan Kelapa Dua di Jakarta Barat. 2 x 11, sebenarnya apa maksud dari nama tersebut, banyak versi turun-temurun yang menjelaskan mengapa nama tersebut bisa ada di wilayah yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman ini. Dari sekian banyak keterangan, ada satu faktor terkuat dan paling mungkin rasanya untuk menerangkan apa esensi, makna di balik “2 x 11” itu.

Singkat cerita, 2 merupakan representasi dari daerah hilir dan daerah mudik. Dua daerah utama ini yang mengisi ruang di kawasan 2 x 11. Sekian untuk angka “2”-nya, sekarang kita beranjak ke bagian angka “11”. 11 merupakan representasi dari sebuah kombinasi yang lumayan kompleks. Di dalam kawasan 2 x 11 ini berdiri, terdapat enam suku utama yang mendiami daerah tersebut: Sikumbang, Koto, Tanjuang, Guci, Jambak, dan Panyalai. Masing-masing dari mereka hidup menyebar baik di daerah hilir dan daerah mudik. Enam suku dan tentunya masih menjadi pertanyaan bagaimana bisa lima menjadi sebelas. Simak di alinea berikutnya.

Daerah hilir dan daerah mudik masing-masing memiliki lima nagari (wilayah setingkat desa di Sumatera Barat). Lima nagari yang terdapat di daerah hilir adalah Pakan Baru, Toboh Ketek, Pakandangan, Parit Malintang, dan Koto Tinggi. Sementara itu, lima nagari lainnya di daerah mudik adalah Sicincin, Kepala Hilalang, Kayu Tanam, Guguak, dan Induriang. Bila dijumlahkan, lima ditambah lima tentunya sama dengan sepuluh. Lantas, mengapa malah angka sebelas yang dipergunakan? Bukan enam (jumlah suku) ataupun sepuluh (jumlah keseluruhan nagari). Ternyata, angka “11” didapatkan dari penjumlahan suku dengan nagari di masing-masing wilayah. Dua daerah hilir-mudik yang didiami enam suku dengan masing-masing berada di lima nagari, enam ditambah lima adalah sebelas. Jadilah sebuah nama kawasan yang sangat unik dan hanya terdiri dari angka saja: 2 x 11!

Enam Lingkung: Dari Sembilan Menjadi Enam

Peta yang memperlihatkan wilayah Enam Lingkung setelah pemekaran dari Kecamatan 2×11 Enam Lingkung. (Sumber: Laman resmi Kab. Padang Pariaman)

Tinggalkan sejenak nama ‘matematika’ tadi. Kita masuk ke “Enam Lingkung”. Daerah ini pada mulanya merupakan sekumpulan toboh (wilayah setingkat desa saat belum dikenal istilah nagari) dan terdiri dari sembilan toboh, yaitu Gantiang, Sunagi Asam, Lubuak Batuang, Kiambang, Pauah, Koto Gadih, Koto Tuo, Undang Bajawek, dan Koto Tinggi (Gadue). Setelah munculnya istilah nagari, maka daerah tersebut bertransformasi dan menjadi terdiri dari enam nagari: Toboh Ketek, Sungai Asam, Lubuak Pandan, Parit Malintang, Koto Tinggi dan Gadue. Asal kata “lingkung” berasal dari posisi keenam nagari tersebut yang mengelilingi suatu nagari induk di tengah-tengah yang bernama Pakandangan. Esensi ini dapat terlihat di Masjid Raya Pakandangan, yang terdapat tujuh buah pancuran air: enam pancuran air (melambangkan enam nagari) mengelilingi satu pancuran induk (Nagari Pakandangan).

Bersatu Menjadi Kecamatan

Pada mulanya, hanya ada satu kecamatan besar yang bernama 2 x 11 Enam Lingkung. Namun, seiring berjalannya waktu, kecamatan tersebut akhirnya dimekarkan menjadi tiga kecamatan baru. Ketiga kecamatan tersebut ialah: 2×11 Kayu Tanam, Enam Lingkung, dan 2×11 Enam Lingkung (masih sama seperti nama awalnya). Berdasarkan laman resmi dari Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, menuliskan bahwa jumlah penduduk yang ada di ketiga wilayah kecamatan ini adalah sebagai berikut: 17.913 jiwa untuk 2 x 11 Enam Lingkung, 25.581 jiwa untuk 2 x 11 Kayu Tanam, dan 18.581 jiwa untuk Enam Lingkung. Untuk keseluruhan kecamatan yang terdapat di Padang Pariaman, tercatat bahwa 2 x 11 Kayu Tanam merupakan kecamatan terjarang dengan kepadatan hanya 115 jiwa per kilometer persegi. Untuk saat ini, 2 x 11 Enam Lingkung terdiri dari tiga nagari (Lubuk Pandan, Sicincin, dan Sungai Asam), 2 x 11 Kayu Tanam terdiri dari empat nagari (Anduriang, Guguk, Kapalo Hilalang, dan Kayu Tanam), dan Enam Lingkung terdiri dari lima nagari (Gadur, Koto Tinggi, Pakandangan, Parit Malintang, dan Toboh Ketek).

Bonus: Nama Kecamatan ‘Angka’ Lainnya di Sumatera Barat

Tidak hanya 2 x 11 Enam Lingkung, Sumatera Barat memiliki beberapa daerah lainnya yang menggunakan bilangan sebagai nama kecamatannya. Beberapa di antaranya ialah IV Koto Aur Malintang, V Koto Kampung Dalam, V Koto Timur, VII Koto Sungai Sarik, IX Koto Sungai Lasi, X Koto Diatas, dan X Koto Singkarak. Sungguh unik dari segala penamaan yang ada ini.

Sumber: Kaskus, Laman resmi Pemkab Padang Pariaman