Dalam drama percintaan berkedok anime shounen populer silam, Domestic na Kanojo, premisnya mengindikasikan banyak masalah: Natsuo, yang terpecah perhatiannya antara dua wanita, Rui dan Hina, tiba-tiba harus hidup seatap dan dengan status sebagai saudara dengan kedua wanita itu. Mereka pun memanggil satu sama lain dengan sebutan ‘adik’ dan ‘kakak’ meskipun preseden dengan jelas menunjukkan hubungan mereka jauh dari saudara.

Bagaimana premis Domestic na Kanojo jika ditinjau dari segi hukum pernikahan dan keluarga di Jepang?

Pertama-tama, meskipun Natsuo dan ‘saudara’ barunya memanggil satu sama lain dan mencoba memperlakukan satu sama lain sebagai adik dan kakak, faktanya tidak demikian dan tidak perlu demikian. Menurut Pasal 725 Civil Code Jepang, mereka yang dihitung sebagai saudara adalah:

  • Saudara dengan hubungan darah sampai tingkatan keenam (tingk. 1 ayah/anak, tingk. 2 kakek/cucu, dst)
  • Pasangan
  • Saudara dengan hubungan ipar sampai tingkatan ketiga (tingk. 1 pasangan, tingk.2 anak angkat, dst.)

Natsuo dengan Hina dan Rui tak memiliki hubungan darah apapun dan tidak terikat hubungan pernikahan, maka secara legal mereka bukanlah saudara.

Lalu, perhatikan skenario ini: bagaimana, misalnya, jika Natsuo memutuskan untuk menikahi salah satu di antaranya? Bukankah incest terlarang di sebagian besar negara sebab banyak alasan, mulai dari subjek analisis Levi-Strauss bahwa incest adalah tabu yang sifatnya universal, sampai alasan biologis mengenai satuan genetika yang menurun kualitasnya?

Pertama-tama, Pasal 731 mencanangkan bahwa umur minimal untuk laki-laki adalah 18 dan untuk perempuan 16. Jadi semua pihak sudah lolos syarat ini.

Selanjutnya pada pasal 734 yang mengatur pelarangan pernikahan antarsaudara, melarang mereka yang memiliki hubungan darah yang dekat (sampai degree of kinship ketiga) untuk menikah. Tetapi, sekali lagi, Natsuo dengan Hina dan Rui tidak memiliki hubungan darah, maka pasal ini tidak berlaku bagi mereka.

Sedangkan Pasal 735 melarang mereka yang memiliki hubungan ipar dekat untuk memasuki pernikahan—meskipun pernikahan yang menyebabkan hubungan ipar itu sendiri telah selesai (diceraikan). Meskipun secara sekilas hal ini akan menghambat legalnya pernikahan mereka, namun perlu diingat bahwa yang memasuki hubungan ipar adalah orangtua mereka: ayah dari Natsuo dan ibu dari Hina/Rui. Oleh karena itu, pasal ini melarang ayah Natsuo, Akihito, untuk menikah dengan Hina/Rui (sebab hubungan mereka secara otomatis menjadi saudara berdasarkan pasal 735—begitu juga ibu dari Hina/Rui, Tokiko, untuk menikah dengan Natsuo.

Tetapi, konsekuensi legal dari hal ini adalah Natsuo benar-benar harus memilih. Meskipun dengan banyaknya anime harem yang kita lihat, pasal 732 menyatakan bahwa di Jepang poligami dalam segala bentuk dilarang, jadi secara legal tidak ada harem ending. Lalu, jika Natsuo memutuskan untuk menikah dengan Rui, maka ia otomatis menjadi ipar dengan Hina. Hubungan ipar ini menghambat Natsuo untuk menikah dengan Hina bahkan ketika amit-amit ia dan Rui akan bercerai, sebab meskipun hubungan mereka tidak lagi ipar berdasarkan pasal 728, tetapi mereka tetap tidak boleh menikah sebab pasal 735 juga tetap melarang pernikahan antaripar meskipun pernikahan yang menyebabkannya telah berakhir.

Maka, ditinjau dari hukum Jepang mengenai keluarga dan pernikahan, secara legal tidak ada yang menghambat mereka untuk mensahkan hubungannya. Yang menjadi masalah justru bahwasannya penulis serial ini jelas mengikuti aturan menulis Kurt Vonnegut yang keenam: jadilah seorang sadis, siksalah karakter-karaktermu untuk menunjukkan sisi aslinya.

Persoalan Natsuo, Hina, dan Rui, meskipun tidak terhalang hukum Jepang, tapi jelas dalam perkembangan ceritanya menunjukkan persoalan kondisi psikologis mereka yang, saya kira, tidak baik-baik saja.

 

 

 

Artikel ditulis oleh Naufal Hanif, dengan bantuan mahasiswi hukum Lydia Riama.