Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengumumkan peraturan baru yang cukup menyulitkan: ambang batas (threshold) untuk barang impor yang akan dikenai pajak berubah drastis dari $75 (kurang lebih Rp 1.000.000) menjadi $4 (kurang lebih Rp 56.000).

Banyak pihak yang protes, mulai dari mereka yang rajin membeli pakaian maupun aksesoris lain seperti tas dan sepatu dari luar negeri, sampai mereka yang hobi membeli oleh-oleh dari mancanegara. Namun, sebagai situs pemberitaan hal-hal yang terkait dengan subkultur Jepang, mari kita memfokuskan diri pada suatu dampak yang tak terelakkan untuk penggemar jejepangan Indonesia: pengenaan pajak untuk figma dan figurine kita, kaos-kaos impor kita, dan merchandise dari serial anime yang kita gemari.

Ya, ambang batas satu juta rupiah mungkin baru menjadi kekhawatiran bagi mereka yang mampu membeli figurine atau gunpla supermahal, tapi ketika ambang batas tersebut menjadi sedikit saja lebih dari 50 ribu, maka segala jenis barang berada dalam bahaya. Semua jenis paraphernalia – totebag, tas, kaos, jaket yang sebenarnya sudah mahal, sekarang turut dikenakan pajak pula.

Barang Apa Saja yang Kena?

Untuk para penggemar figur, masalah cepat datang. Dalam batas peraturan lama, pajak hanya akan dikenakan untuk barang-barang di atas satu juta, seperti figur Atelier Ryza seharga lebih dari Rp 2,5 juta. Dulu, hal ini tak masalah. Mereka yang dananya cekak tapi tetap ingin mendukung kreator akan memilih tipe yang lebih murah, seperti nendoroid dari Kamado Nezuko yang dihargai sebesar Rp 800.000. Terhitung tahun depan, nendo tersebut akan dikenakan pajak juga.

Tapi tunggu, bukankan produk-produk tersebut masih cenderung mahal? Yah, dengan batas bawah sebesar Rp 56.000, totebag juga akan kena. Misal, totebag bertema Mashu Kyrielight yang dipatok sebesar Rp 280.000 dan totebag Re-zero seharga Rp 150.000. Sialnya, bea masuk total bagi tas juga akan naik hasil dari peraturan baru, dengan total sebesar 40%.

Gantungan kunci seharga Rp 60.000 ini juga bakal kena pajak, loh. (Sumber: Kyou.id)

Oke, menurut Anda, saya bukan wibu yang kemana-mana membawa totebag agar ramah lingkungan. Plastik tidak apa-apa asal Anda bisa membeli merch asli. Anda akan memilih kasta terbawah dari merchandise wibu: gantungan kunci. Yah, sayang sekali, gantungan kunci Ereshkigal senilai Rp 130.000 atau gantungan kunci Shirasagi Chisato yang hanya berkisar pada Rp 60.000 ini juga akan terkena pajak. Ingat: batasnya hanya sekitar Rp 56.000, atau lebih tepatnya $4.

Namun, tenang: satu produk sama sekali, seperti seharusnya, tak dikenakan pajak, yaitu buku. Keterangan resmi menyatakan bahwa buku, seperti sebelumnya, tak dikenai pajak impor. Semua jenis buku enggak kena. Keren ya,” ujar Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Jadi, setidaknya satu genre barang perwibuan tak kena pajak, seperti Light Novel Arifureta atau artbook Nekopara ini.

Meskipun begitu, sumber lain menyatakan bahwa selain buku pengetahuan tetap akan dikenakan pajak seperti biasa. Ini berarti dua produk di atas juga tetap akan dikenai bea masuk seperti barang lainnya.

Hitung-hitungan Barang Perwibuan

Jenis barang lainnya akan mulai terkena bea masuk untuk barang umum sebesar 7,5% dan PPN sebesar 10%. Ini berarti, nendoroid Kamado Nezuko anda akan terkena bea masuk sebesar Rp 60.000 (7,5% dari Rp 800.000), ditambah PPN sebesar Rp 86.000 (10% dari Rp 860.000) menjadikan harga akhir sebesar Rp 940.000, belum termasuk ongkos kirim dan asuransi dari penjual.

Sedangkan untuk tas bertema Tomioka Giyu senilai Rp 1.390.000, bea masuk yang dikenakan sebesar Rp 278.000 (20% dari Rp 1.390.000) dan PPN sebesar Rp 167.000, menjadikan harga akhir sebesar Rp 1.837.000, juga belum termasuk ongkos kirim dan asuransi.

(Di peraturan baru, barang anda, ditambah asuransi dan ongkos kirim, dikenakan bea masuk 7,5% untuk barang umum, 15-20% untuk tas, 25-30% untuk sepatu, dan 15-25% untuk tekstil, lalu hasilnya ketika ditambahkan akan dikenakan PPN sebesar 10%.)

Pajak Impor, Ada Maksud Baiknya?

Sebenarnya, peraturan baru ini bertujuan baik (setidaknya dalam pemahaman tertentu): menggenjot ekspor dan mengurangi ketergantungan kita atas barang di luar negeri. Pajak adalah bentuk 'tarif' dalam perdagangan internasional: bertujuan untuk memberi disinsentif bagi orang yang ingin membeli barang luar negeri dan insentif bagi mereka yang ingin membeli produk dalam negeri. Dalam ekonomi, hal ini sering disebut dengan proteksionisme, yaitu melindungi produk dalam negeri serta para wiraswastanya dengan mengurangi aliran barang dari luar.

Namun, proteksionisme seperti ini akan dengan cepat menemui kebuntuannya ketika melihat bahwa beberapa barang memang tak akan ditemui di Indonesia. Tas, sepatu, maupun merek kaos tertentu mungkin bisa kita relakan dengan counterpart-nya yang berada di Indonesia, dengan semangat "karya anak bangsa". Namun, setinggi apapun nasionalisme kita, tiada – atau belum ada – perusahan Indonesia yang bisa mengalahkan kualitas Good Smile Company atau Bandai.

Jadi, untuk sementara, salah satu aspek perwibuan kita harus dihadapkan dengan institusi yang lebih mengerikan daripada raksasa-raksasa perusahaan Akihabara: institusi bernama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Artikel telah direvisi dengan menambahkan sumber pembanding yang menyatakan bahwa buku yang tidak dikenakan bea masuk hanyalah buku pengetahuan. Mohon maaf atas kesalahan sebelumnya.