Spoiler untuk manga Sono Bisque Doll wa Koi wo Suru.

Sono Bisque Doll wa Koi wo Suru, atau dalam judul lain My Dress-up Darling, menceritakan Wakana Gojou, seorang anak sekolahan pendiam dan penuh dengan anxiety, anak dari pengrajin boneka hina dan mempunyai pengetahuan yang teramat banyak tentang dunia fesyen dan tata rias.

Suatu hari, ia bertemu Kitagawa Marin, kakak kelasnya yang gyaru tapi polos, dan memiliki hobi cosplay. Usut punya usut, walaupun dengan komitmen dan usaha yang luar biasa, Marin sama sekali tidak tahu apa-apa tentang cara membuat kostum atau pakaian sendiri. Oleh karena itu, dimulailah perjalanan mereka berdua sebagai cosplayer dan asisten-sekaligus-teman dekatnya.

Si Optimis dan Si Pesimis

Serial ini, setelah ini disebut sebagai Dress-up Darling, menyenangkan untuk dibaca sebab ia menceritakan anak sekolahan dan hobinya tanpa pretensi, jujur dan terbuka, dengan sinar optimisme dan kepolosan yang sungguh menyilaukan, namun tidak memuakkan. Prinsip opposite attracts di sini amat sangat berlaku: Gojou adalah seorang yang selalu yakin bahwa hobinya buruk dan harus ditutup-tutupi, bahwa ia orang yang aneh dengan hobi yang aneh, yang menangis bahkan ketika ia melakukan pekerjaan yang disukainya. Marin, di sisi lain, sangat yakin semuanya akan berjalan lancar, dan meskipun tidak ia akan tetap yakin dengan usaha, semua hal akan berjalan lancar kembali. Ia penuh dengan pengaruh positif dan sangat amat antusias menyebarluaskan hobinya sebagai cosplayer, tanpa rasa malu ataupun takut.

Mungkin karena perbedaan utama di antara mereka berdua adalah: satu di antara mereka pernah dicaci atas hobinya, dan cacian itu sangat mempengaruhi Gojou sampai terbawa ke masa remajanya. Marin, di sisi lain, tidak pernah atau tidak memerdulikan omongan miring terkait dengan hobinya sebagai otaku akut maupun cosplayer yang sangat berdedikasi terhadap apa yang ia lakukan.

Maka Dress-up Darling adalah tentang menemukan mereka yang menerima serangkaian hobi-hobi yang tidak merugikan lain, namun seringkali dianggap 'aneh' oleh masyarakat. Pertama kali Marin mengatakan bahwa boneka hina buatan Gojou itu 'keren' dan tidak menemukan masalah apapun tentang dirinya, anak muda yang membuat boneka tradisional Jepang, remaja itu ingin (dan kemudian memang) menangis berkali-kali. Sesederhana itu: baik kata-kata yang membuat orang menutup diri, ataupun kata-kata yang membuat orang merasa nyaman dan diterima.

Kitagawa Marin adalah nurani dari mereka yang tidak pernah paham kenapa kita bisa bersikap begitu buruk kepada orang lain yang berbeda dengan kita. Ia bingung kenapa Gojou begitu takut dilihat sebagai laki-laki yang gemar dunia busana dan ahli tata rias, membantu Sajuna tanpa sedikitpun menyadari orang yang ia bantu mungkin merasa sedikit iri dengannya, dan betul-betul marah ketika mendengar cerita Amane yang dihalang-halangi dari hobinya sebagai crossdresser. Tidak ada teori ataupun alasan mendalam di balik semua tindakan-tindakan spontan Marin: kita bisa melihat perilakunya seperti anak sekolahan yang begitu cepat bahagia dan sedih, yang tidak merumitkan banyak hal.

Mungkin itulah mengapa Marin benar-benar menjadi superstar di ruang dunia maya otaku di seluruh dunia pada beberapa waktu terakhir. Karakter yang tidak menginginkan apapun kecuali kebahagiaan bagi dirinya dan orang yang ia sukai, yang tidak banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu dipikirkan, yang toleran dan menerima kesalahan ataupun kegagalan, yang semangatnya tidak mungkin dipatahkan, apalagi resolusinya. Ia digambarkan apa-adanya, tanpa trope-trope seperti 'orang bahagia yang diam-diam melankolis' atau 'orang bahagia yang naif dan tidak tahu apa-apa'. Kitagawa Marin bermain apa-adanya, idola kita semua, untuk dilindungi dan dipuja-puja. Do it for her.

Belajar untuk Menerima

Sayangnya, tidak semua karakter di Dress-up Darling memiliki hati yang sama. Dalam perkembangan manganya, muncullah satu karakter, Amane, yang ternyata seorang laki-laki dengan kemampuan untuk menjadi crossdresser yang sangat canggih. Ia tidak hanya menjadi cosplayer karena bisa crossdress, ia ingin cosplay karena keinginannya untuk crossdress. Tidak semua orang setuju. Pacar pertamanya kemudian membawanya ke arah membuang semua koleksi cosplay-nya beserta pakaiannya, dalam momen singkat untuk mengingatkan kita tidak mungkin dunia hobi seperti ini akan diceritakan tanpa prasangka dan kekacauan berpikir. Gojou kaget, dan Marin marah bukan main. Hanya dengan penerimaan dari Marin dan teman-temannya-lah, Amane kemudian menjadi lebih terbuka dalam melakukan rangkaian acara cosplay-nya.

Mungkin tidak cocok jika dikatakan Dress-up Darling mengajarkan penerimaan. Ia tidak ditulis untuk secara eksplisit menunjukkan atau mengajarkan nilai-nilai tertentu, dan tetnu saja orang yang sudah terlanjur memiliki prasangka tertentu dari awal tidak akan berubah banyak posisinya setelah membaca/menonton serial ini. Lebih tepat jika dikatakan bahwa Dress-up Darling menggambarkan kemungkinan: bahwa pada masa umur-umur dimana remaja mulai menjadi edgy dan terradikalisasi, selalu ada mereka yang ingin bersenang-senang dan menerima orang lain apa adanya selama tidak merugikan orang lain.

Kita bisa mengetahui bahwa manga ini dibuat dari dan untuk sudut pandang anak sekolahan dengan banyaknya fanservice shot yang memenuhi panel-panel di dalamnya. Gojou dan Marin adalah remaja yang baru selesai puber, dan oleh karena itu, alih-alih fanservice yang menggiring pembaca untuk 'menginginkan' Marin, fanservice yang ada menjelaskan secara gamblang bagaimana Gojou 'menginginkan' Marin. Seisi manga dipenuhi dengan gambaran masa anak SMA yang bombastis dan penuh dengan warna, mulai dari mengejar tenggat waktu festival sampai menangis mengerjakan hobi sendiri, atau merasa dijauhi teman padahal tidak juga, atau ditarik anak-anak gaul untuk karaoke bersama, dengan segala anxiety yang mengiringinya.

Selain itu, manga ini masuk ke dalam jajaran judul yang berisi informasi praktis, pertanda mangaka yang menjalankan risetnya secara rajin. Informasi tentang dunia cosplay ataupun fesyen pada umumnya, tentang bagaimana cara membuat bunnysuit tetap tegak di dada atau memampatkan seragam sekolah laki-laki ke tubuh perempuan bongsor,  atau jenis bahan dan jahitan yang cocok untuk tipe kostum tertentu, dan masih banyak lainnya.

Akhir kata, Dress-up Darling adalah serial romcom yang menyenangkan dan begitu menyegarkan untuk dibaca, setelah banyaknya judul di genre serupa dengan alur cerita yang 'gelap' pada masa sekarang ini. Beberapa anak sekolahan, dengan hobinya masing-masing dan kata-kata gaulnya, dengan ujian akhir semester dan refreshing-nya, berbahagia dan berpesta-pora, dengan permasalahan yang masuk akal dan penyelesaian yang melegakan.

Saya berharap Wakana Gojou dan Kitagawa Marin hidup bahagia selamanya tanpa adanya permasalahan serius yang menimpa mereka.